Page 106 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 106
KEJAR TAYANG ATURAN TURUNAN UU CIPTA KERJA
Peraturan turunan UU Cipta Kerja ditargetkan kelar sebulan setelah regulasi omnibus law itu
diundangkan. Kementerian Ketenagakerjaan berkomitmen melibatkan buruh dan pengusaha.
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja masih menyisakan sejumlah ketentuan krusial untuk
diatur dalam 39 rancangan peraturan turunan. Di tengah resistensi publik yang menguat,
sebagaimana pembahasan RUU sebelumnya, rancangan peraturan pelaksana itu juga akan
dikebut dalam waktu sebulan.
Ketentuan penutup yang diatur dalam Pasal 185 RUU Cipta Kerja mengatur peraturan pelaksana
berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres) wajib ditetapkan paling
lama tiga bulan. Rabu lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlang-ga Hartarto
mengatakan, meski UU mengamanatkan tiga bulan, penyusunan rancangan peraturan
pemerintah (RPP) dipercepat menjadi maksimal satu bulan karena merupakan arahan dan target
dari Presiden.
Untuk kluster ketenagakerjaan yang saat ini paling banyak menuai kritik dari publik, maksimal
ada 3-5 PP yang harus disiapkan. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Kamis (8/10/2020),
menyatakan, Kementerian Ketenagakerjaan akan membahas RPP dalam forum tripartit nasional
yang melibatkan serikat pekerja, buruh, dan pengusaha.
"Ruang satu bulan masih cukup panjang, tetapi juga bisa menjadi sangat pendek. Sebab, kami
harus menyiapkan seluruh peraturan turunan UU ini," kata Sekretaris Jenderal Keme-naker
Anwar Sanusi.
Beberapa pasal yang mengambang di RUU Cipta Kerja dan dilempar ke PP, antara lain, ketentuan
syarat, batas waktu, dan kompensasi untuk pekerja kontrak (perjanjian kerja dengan waktu
tertentu/PKWT) dan pekerja alih daya serta skema jaminan kehilangan pekerjaan dan patungan
pesangon antara pengusaha dan negara. PP juga akan mengatur tata cara penghitungan upah
minimum serta ketentuan waktu kerja dan lembur buruh.
Ketentuan mengenai pekerja kontrak dan alih daya menjadi salah satu yang paling disoroti
buruh. Pasal 59 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
mengatur pekerja hanya boleh dikontrak paling lama tiga tahun (masa kontrak dua tahun dengan
perpanjangan satu tahun). UU itu juga mengatur pengusaha yang mau memperpanjang
perjanjian kontrak harus memberi tahu buruh secara tertulis paling lama tujuh hari sebelum
masa kontrak berakhir.
Kini, batasan waktu kontrak dan mekanisme perpanjangan kontrak itu tidak diatur. Pasal 59 UU
Ketenagakerjaan yang diadopsi dalam RUU Cipta Kerja diubah. Batas waktu kontrak pekerja
hanya diatur "dalam waktu yang tidak terlalu lama", tanpa penjelasan berapa tahun. RUU juga
menghapus ketentuan mengenai tata cara perpanjangan kontrak.
Batasan jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan dalam Pasal 65 UU Ketenagakerjaan juga
dihapus di RUU Cipta Kerja. Sebelum ada RUU Cipta Kerja, pekerjaan alih daya dibatasi pada
kegiatan penunjang perusahaan dan tidak berkaitan dengan pekerjaan inti. Pasal 65 juga
sebelumnya mengatur perlindungan kerja bagi buruh alih daya harus sama dengan perlindungan
kerja yang berlaku di perusahaan pemberi kerja.
Perwakilan Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) dan Ketua Umum Federasi Pekerja
Seluruh Indonesia Indra Munaswar mengatakan, implikasi dari ketentuan yang mengambang itu,
pekerja kontrak dan alih daya akan semakin menjamur karena tidak ada batasan jenis pekerjaan
dan batas waktu kontrak. "Aturan itu juga bisa menggusur pekerja tetap dan menggantikannya
dengan pekerja alih daya yang minim perlindungan," katanya.
105