Page 114 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 114
TIDAK DAPAT NASKAH, DEMOKRAT-PKS SEWOT
PARTAI Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih konsisten menolak Undang-undang
Cipta Kerja (Ciptaker). Walapun kalah di Senayan, mereka satu suara, bahwa regulasi itu cacat
prosedur.
Bahkan, faktanya tidak ada anggota dewan yang memiliki naskah itu sekalipun telah disahkan.
Mal ini diungkap salah satu vokalis Partai Demokrat di Senayan. Didi Irawadi Syamsuddin. Tanpa
memegang isi naskah UU Ciptaker, dia merasa heran, apa yang diparipumakan pada 5 Oktober
2020 lalu oleh DPR.
"Sudah tiga periode saya jadi anggota DPR. Baru kali ini saya punya pengalaman yang tidak
terduga. Pimpinan DPR telah mengesahkan Rancangan Undang Undang yang sesat dan cacat
prosedur. Tidak ada selembar pun naskah rancangan yang dibagikan saat rapat paripurna 5
Oktober 2020 tersebut," bebernya.
Didi mengatakan, sebelum disahkan dalam rapat paripurna, seharusnya RUU itu diserahkan
kepada anggota, supaya dapat dibaca. Semua yang hadir dalam rapat paripurna seharusnya
menerima draf RUU Ciptaker.
"Padahal kami kemarin hadir pada forum rapat tertinggi DPR. Dalam forum ini, wajib semua
yang hadir diberikan naskah tersebut. Jangankan yang hadir secara fisik, yang hadir secara
virtual pun harus diberikan," ucapnya.
Baginya, peristiwa ini tidak biasa. Selain cacat prosedural, regulasi ini sangat penting dan
berimplikasi terhadap kehidupan kaum buruh. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), hingga
lingkungan hidup.
"Tidak tampak naskah rancangan sama sekali. Sungguh ironis, Rancangan Undang Undang
Ciptaker yang begitu penting, tak selembar pun ada di meja kami," pungkas mantan Wasekjen
Partai Demokrat itu.
Hal senada juga disampaikan politisi PKS di DPR, Kurniasih Mufidayati. Dia meminta Pimpinan
DPR dan Presiden Joko Widodo transparan memaparkan isi UU Cipta Kerja yang telah disahkan.
"Hal ini penting, agar publik bisa mendapatkan akses lengkap dan utuh terhadap isu-isu krusial
di Undang Undang Cipta Kerja, sesuai apa adanya. Sehingga tidak menimbulkan multitafsir yang
menyesatkan," katanya.
Anggota Komisi IX DPR ini mengungkapkan, berbagai lembaga negara yang melakukan tafsir
atas UU Ciptaker secara keliru dan parsial memungkinkan terjadinya pemahaman yang salah
terhadap poin-poin penting dan krusial dalam UU Cipta Kerja. Terutama pada klaster
ketenagakerjaan.
Mufida mempertanyakan mengapa bahan UU Ciptaker yang sudah disahkan tidak segera
dibagikan kepada anggota DPR dan publik. "Ada apa ini? Sekarang lembaga negara melakukan
tafsir atas beberapa isu krusial dalam Undang Undang Ciptaker, utamanya di klaster
ketenagakerjaan," ujarnya.
Mufida melihat, perbincangan terhadap isu-isu krusial pada UU Cipta Kerja saling berkembang
dengan tafsir masing-masing. Beberapa lembaga negara seperti kementerian yang harusnya
netral dan tidak berwenang ikut melakukan kampanye atas tafsir isi UU Ciptaker. "Rakyat benar-
benar dikorbankan," pungkas-nya. bsh
113