Page 461 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 461
SPSI TANGSEL TAK KERAHKAN MASSA AKSI KE DPR RI, PARA BURUH BEKERJA
SEPERTI BIASA
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Tangerang Selatan tidak mengerahkan massa
untuk mengikuti aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta kerja di depan Gedung Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Kamis (8/10/2020) hari ini.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) SPSI Tangsel Vanny Sompie mengatakan bahwa
serikatnya menaungi sekitar 15.000 buruh atau pekerja.
Namun, tak ada instruksi untuk ikut dalam aksi yang berlangsung hari ini karena DPR RI sudah
memasuki masa reses.
"Informasinya kan DPR sudah memasuki masa reses. Jadi percuma juga enggak ada yang
menerima. Sehingga arahan dari pusat tidak ada aksi," ujar Vanny saat dihubungi Kompas.com,
Kamis (8/10/2020).
Menurut Vanny, sebagian besar buruh yang tergabung di SPSI Tangsel, khususnya mereka yang
bekerja di pabrik tetap beraktivitas atau bekerja seperti biasa.
Sebab, tidak ada arahan SPSI Pusat untuk menggelar aksi demonstrasi karena tidak adanya wakil
rakyat di gedung DPR RI selama masa reses.
"Kalau dari SPSI tidak ada. Tapi kan ada serikat lain tetap ada agenda kayak KSPI itu ada agenda
ke DPR RI," kata dia.
"Kalau kami yang di pabrik mereka bekerja seperti biasa. Paling hanya perwakilan-perwakilannya
saja memantau situasi di lapangan. Di Kabupaten Tangerang juga begitu," sambungnya.
Kendati demikian, Vanny menyebut bahwa SPSI Tangsel tengah membahas rencana aksi
demonstrasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tangsel.
Adapun saat ini pihaknya masih membahas waktu dan teknis pelaksanaan aksi demonstrasi
penolakan UU Cipta Kerja di Gedung DPRD Tangsel tersebut.
"Kami rencananya akan melakukan aksi di DPRD Tangsel, tetapi tidak hari ini. Karena kami belum
terlalu siap. Jadi kami sedang merencanakan hari lain. Sedang dibahas," kata Vanny.
Sebelumnya, pengesahan UU Cipta Kerja menuai banyak sorotan dari publik. Regulasi tersebut
dinilai merugikan pekerja.
Berikut sejumlah sorotan terkait omnibus law UU Cipta Kerja:
1. Penghapusan upah minimum Salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan
upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP).
Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah.
Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh
ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum.
Baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan
pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.
Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.
2. Jam lembur lebih lama Dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78
disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari
dan 18 jam seminggu.
460