Page 494 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 494
Konstitusi' dapat membatalkan seluruh isi dari Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja
yang telah disahkan oleh DPR pada Senin (5/10).
Sebab, menurut Fahri, UU tersebut melampaui tata cara pembuatan undang-undang
sebagaimana mestinya, selain masih kurangnya sosialisasi RU Omnibus Law Cipta Kerja sebelum
disahkan secara cepat oleh DPR. "Omnibus Law jelas melanggar kontsdtusi karena pembuatan
undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal
sosialiasi, tapi harusnya pakai Perpu dan diuji di DPR," kata Fahri.
Menurut Fahri, UU Cipta kerja ini bukan undang-undang hasil revisi atau amandemen, melainkan
undang-undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak undang-undang. Selain
melangggar konstitusi, UU Cipta Kerja ini juga merampas hak publik dan rakyat, sehingga jelas-
jelas melanggar HAM. "Ini bukan openpolicy, tapi legal pol-icy. UU ini (UU Cipta Kerja-Red)
dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi
dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi,' '
tegasnya.
Mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-209 ini mengaku tidak habis pikir dengan bisikan para
penasihat hukum dan tata negara Presiden Joko Widodo yang lebih mendorong pengesahan RUU
Omnibus La w Cipta Kerja menjadi UU daripada mengajukan Perppu atau melakukan sinkronisasi
aturan teknis.
Fahri berpendapat apabila UU Cipta Kerja ini nantinya dibatalkan secara keseluruhan oleh MK,
maka bisa menimbulkan kekacauan pada aturan lain yang terkait. Sebab, Omnibus Law ini bukan
tradisi Indonesia dalam membuat regulasi, sehingga akan sulit diterapkan. MK sebagai penjaga
kontitusi (The Guardian Of Constitution) akan mempertimbangkan untuk membatalkan UU Cipta
Kerja, apabila ada jiidicial rewiew.
Terpisah, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan menyatakan, buruh
memiliki ruang untuk menggugat UU Cipta Kerja yang disahkan DPR. Hal itu disampaikan Irfan
menanggapi penolakan buruh terhadap UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan hak-hak pekerja
"Masih ada ruang jika tidak puas dengan undang-undang yaitu judicial review ke Mahkamah
Konstitusi ( MK)," kata Irfan saat dihubungi, Rabu (7/10). "Ini masih menunggu penomoran, 30
hari kalau tidak ditandatangani Presiden langsung berlaku (Undang-undang Cipta Kerja). Itu kan
belum dinomori, nanti diberi nomor dulu di Sekretariat Negara," kata Ade.
Judicial review lanjurnya, merupakan hak warga negara yang dijamin peraturan perundang-
undangan bagi semua pihak yang tak setuju dengan undang-undang yang dibuat DPR bersama
pemerintah. Untuk itu, ia meminta para buruh memanfaatkan ruang tersebut agar UU Cipta Kerja
bisa sesuai harapan mereka. Pembatalan
Sementara itu, Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) secara tegas menolak UU Cipta
Kerja. Karena sudah ditetapkan menjadi UU, maka akan dicari jalan untuk membatalkannya yaitu
lewat judicial review ke Mahkamah Kontitusi (MK) atau Presiden Joko Widodo mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pembatalan Pengesahan UU
Cipta Kerja.
"Kami akan mendesak pembatalan UU Cipta Kerja dan meminta Presiden Republik Indonesia
demi hukum mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang
pembatalan pengesahan UU Cipta Kerja. Mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi,
jika Pemerintah memaksakan mengundangkan UU Cipta Kerja," kata Sekjen KRPI, Saepul Tavip
dalam siaran pers, Rabu (7/10).
Menurut Saepul, beberapa perwakilan masyarakat memang diberi kesempatan (terbatas dan
sulit sebenarnya) untuk menyampaikan gagasan. Namun, kata Sapeul, ruang publik yang
493