Page 586 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 586
Padahal di forum rapat tertinggi paripurna, setiap anggota Dewan hadir mewakili daerah
pemilihannya, mewakili suara yang memilihnya, mewakili aspirasi dan harapan besar rakyat
Indonesia. Adalah wajib mendapatkan bahan dan informasi yang utuh.
Di samping itu hal yang janggal lainnya undangan rapat diberitahu hanya beberapa jam sebelum
paripurna. Inilah undangan rapat yang telah memecahkan rekor undangan secepat kilat. Ada
apa gerangan ini? Sungguh tidak etis untuk sebuah RUU sepenting dan krusial ini.
Padahal sudah dijadwal sebelumnya akan dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2020. Tiba-tiba
menjadi 5 Oktober, tanpa informasi yang cukup dan memadai. Sehingga rapat itu menjadi rapat
yang dadakan, tergesa-gesa, dan dipaksakan. Di samping telah cacat prosedur, bagi Partai
Demokrat ada 5 alasan kenapa kami, Fraksi Partai Demokrat, menolak RUU ini.
Fraksi Partai Demokrat menyampaikan 5 hal yang perlu mendapatkan perhatian.
Pertama, RUU Ciptaker tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis
pandemi ini. Di masa awal pandemi, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya
penanganan pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran
Covid-19, serta memulihkan ekonomi rakyat.
Kedua, RUU Ciptaker ini membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus (omnibus
law). Karena besarnya implikasi dari perubahan tersebut, maka perlu dicermati satu per satu,
hati-hati, dan lebih mendalam, terutama terkait hal-hal fundamental, yang menyangkut
kepentingan masyarakat luas.
Apalagi masyarakat sedang sangat membutuhkan keberpihakan dari negara dan pemerintah
dalam menghadapi situasi pandemi dewasa ini. Tidak bijak jika kita memaksakan proses
perumusan aturan perundang-undangan yang sedemikian kompleks ini secara terburu-buru.
Ketiga, harapannya RUU ini di satu sisi bisa mendorong investasi dan menggerakkan
perekonomian nasional. Namun di sisi lain, hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh
diabaikan, apalagi dipinggirkan. Tetapi, RUU ini justru berpotensi meminggirkan hak-hak dan
kepentingan kaum pekerja di negeri kita.
Sejumlah pemangkasan aturan perizinan, penanaman modal, ketenagakerjaan, dan lain-lain,
yang diatasnamakan sebagai bentuk "reformasi birokrasi" dan "peningkatan efektivitas tata
kelola pemerintahan", justru berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya "pertumbuhan
ekonomi yang berkeadilan" ( growth with equity ).
Keempat, Partai Demokrat memandang RUU Ciptaker telah mencerminkan bergesernya
semangat Pancasila utamanya sila keadilan sosial ( social justice ) ke arah ekonomi yang terlalu
kapitalistik dan terlalu neo-liberalistik.
Sehingga kita perlu bertanya, apakah RUU Ciptaker ini masih mengandung prinsip-prinsip
keadilan sosial ( social justice ) tersebut sesuai yang diamanahkan oleh para founding fathers
kita? Kelima, selain cacat substansi, RUU Ciptaker ini juga cacat prosedur. Fraksi Partai Demokrat
menilai, proses pembahasan hal-hal krusial dalam RUU Ciptaker ini kurang transparan dan
akuntabel.
Pembahasan RUU Ciptaker ini tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja, dan
jaringan civil society yang akan menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan relasi Tripartit,
antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
Didi Irawadi Syamsuddin SH, LL.M Anggota DPR-RI Fraksi Partai Demokrat EDITOR: AGUS
DWI Tag: DIDI IRAWADI UU CIPTAKER DEMOKRAT PUBLIKA .
585