Page 59 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 59

Pada ayat (4) dinyatakan, "Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara
              lisan  dan/atau  tertulis  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  setiap  Rancangan  Peraturan
              Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat"

              Pada ayat (3) mengatur mengenai frasa masyarakat, dalam hal ini adalah orang perseorangan
              atau  kelompok  orang  yang  mempunyai  kepentingan  atas  substansi  rancangan  peraturan
              perundang-undangan.

              Alangkah disayangkan, sampai kini atau pun sebelum disahkan, publik memperoleh informasi
              tak menyeluruh soal klaster ketenagakerjaan karena hanya menonton dan membaca melalui
              media cetak atau elektronik sebatas pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR.

              Sementara itu, isi pasal per pasal dari draf paling akhir RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan,
              sampai hari ini dapat dipastikan publik tidak dapat menjangkau aksesnya.

              Menurut  Joko  Riskiyono  (2015:173),  penting  untuk  memastikan  partisipasi  masyarakat
              terakomodasi dalam materi UU sepanjang untuk kepentingan dan kesejahteraan umum. Karena
              itu, akses publik diperlukan sehingga partisipasi masyarakat terlaksana secara aktif.

              Potensi diuji materi

              Menurut Mifthakul Huda (2019), sejarah uji materi pertama kali timbul dalam praktik hukum di
              AS melalui putusan Mahkamah Agung dalam perkara "MarburyVs Madison" pada 1803.

              Meskipun ketentuan uji materi tak tercantum dalam UUD AS, MA membuat sebuah putusan yang
              ditulis John Marshafl dan didukung empat hakim agung lainnya yang menyatakan, pengadilan
              berwenang membatalkan UUyang bertentangan dengan konstitusi.

              Di Indonesia, keberadaan MKdisahkan setelah perubahan ketiga UUD 1945 yang merumuskan
              ketentuan mengenai lembaga yang diberi nama M K dalam Pasal 24 Ayat (2) dan Pasal 24C UUD
              1945.

              Terkait uji materi terhadap UU yang baru disahkan, terjadi berkali-kali. Terakhir yang menarik
              perhatian  publik  adalah  UU  KPK,  UU  MK.  Sejumlah  kalangan  yang  tak  terima,  langsung
              mengajukan permohonan uji materi ke M K beberapa hari kemudian.

              Ini berpotensi pula pada UU Cipta Kerja
              klaster ketenagakerjaan. Tak dimungkiri, UU tersebut sampai saat ini masih belum dapat diterima
              semua kalangan, salah satunya serikat pekerja.

              Bagaimanapun, bila nanti serikat pekerja mengajukan permohonan uji materi terhadap UU Cipta
              Kerja  klaster  ketenagakerjaan,  M  K  tetap  wajib  menerima,  memeriksa,  dan  mengpdili
              permohonanku.

              Dengan  demikian,  uji  materi  merupakan  salah  satu  jalan  keluar  efektif  untuk  meluruskan
              substansi  yang  dinilai  memberatkan  dan  bertentangan  dengan  batang  tubuh  dari  UUD
              1945Substansi yang diperdebatkan.


              Tercatat, yang beredar di media, ada 10 substansi diperdebatkan saat pembahasan RUU Cipta
              Kerja klaster ketenagakerjaan. Di antaranya, materi bagian umum, TKA, PK-WT, alih daya, waktu
              kerja dan istirahat, pengupahan, pesangon dan PHK, sanksi, jaminan kehilangan pekerjaan, dan
              penghargaan lainnya.

              Menurut  penulis,  hampir  semua  itu  telah  diatur  UU  Nomor  13  Tahun  2003  tentang
              Ketenagakerjaan. Hal yang belum diatur, soal jaminan kehilangan pekerjaan dan penghargaan
              lainnya. Ini sebenarnya materi baru dibandingkan materi lainnya yang diatur dalam UU Cipta
                                                           58
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64