Page 22 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 JANUARI 2021
P. 22

Kelima kebijakan dimaksud, otoritas yang menangani Co-vid-19, program Kartu Prakerja, gaji
              ke-13 untuk aparatur sipil negara (ASN), Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, dan pemilihan kepala
              daerah (pilkada) serentak di 270 daerah.

              Menyangkut otoritas yang menangani Covid-19, misalnya. Awalnya, pada 13 Maret atau sebelas
              hari sejak kasus perdana Covid-19 di Indonesia diumumkan, Presiden membentuk Gugus Tugas
              Percepatan  Penanganan  Covid-19.  Seminggu  kemudian,  Presiden  memperbaruinya  melalui
              Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
              dan Kebudayaan ditunjuk menjadi ketua pengarah. Sebagai wakilnya adalah Menteri Koordinator
              Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan serta Menteri Kesehatan. Adapun ketua pelaksana adalah
              Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

              Setelah  bekerja  selama  empat  bulan,  gugus  tugas  dirombak  besar-besaran  menjadi  Komite
              Penanganan Covid-19 dan Percepatan Pemulihan Ekonomi. Tim yang bekerja mulai 20 Juli ini
              terdiri  dari  Komite  Kebijakan,  Satuan  Tugas  Penanganan  Covid-19,  serta  Satuan  Tugas
              Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional.

              Selaku Ketua Komite Kebijakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sementara tujuh
              wakil  ketua  Komite  Kebijakan  adalah  menteri-menteri  lainnya,  termasuk  Menteri  Kesehatan
              sebagai  Wakil  Ketua V. Adapun  dua sekretaris, masing-masing  adalah  ekonom dan  birokrat.
              Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tetap dipegang Kepala BNPB.

              Per 10 November, Presiden lagi-lagi merombak organisasi tersebut. Perubahan paling mencolok
              adalah penetapan Menteri Badan Usaha Milik Negara sebagai Wakil Ketua IV merangkap Ketua
              Tim Pelaksana. Selaku wakil Ketua Tim Pelaksana adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat dan
              Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tetap
              dipercayakan kepada Kepala BNPB.

              Lalu, di mana posisi Menteri Kesehatan? Posisinya tetap menjadi Wakil Ketua Komite.

              Dalam proses reorganisasi sejak Maret, pola yang terus berulang, otoritas bidang kesehatan
              tidak pernah ditempatkan di pucuk pimpinan, baik di komite pengarah maupun tim pelaksana.
              Pakar bidang kesehatan juga disebut-sebut kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
              Hal-hal itu yang lantas menuai kritik bahwa pemerintah menomordua-kan aspek kesehatan dan
              lebih mengutamakan pemulihan ekonomi dalam menghadapi pandemi Covid-19.

              Bandingkan  dengan  Singapura  dan  Malaysia.  Pucuk  pimpinan  komite  lintas  kemente-rian  di
              Singapura adalah Menteri Kesehatan dan Menteri Pembangunan Nasional. Adapun di Malaysia,
              Kementerian Kesehatan sangat menentukan dalam pengambilan keputusan.

              Pada  masa  awal  penyebaran  Covid-19  di  Malaysia  sebagai  gambaran,  pemerintah  melalui
              kepemimpinan Kementerian Kesehatan melakukan lock-down parsial. Kemudian per 1 Maret,
              Kementerian Kesehatan membentuk Koalisi Kesehatan Malaysia yang melibatkan 38 profesional
              di bidang kesehatan untuk memperkuat upaya penanggulangan Covid-19.

              Berikutnya adalah Kartu Prakerja. Sejak awal, masyarakat dan aktivis buruh menyampaikan kritik
              dan  saran.  Intinya,  program  pelatihan  keterampilan  sebagaimana  ditawarkan  Kartu  Prakerja
              tidak tepat pada masa pandemi. Sebab, yang dibutuhkan buruh saat krisis ini adalah bantuan
              tunai. Toh, pemerintah bergeming.

              Baru  ketika  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  (KPK)  memberikan  rekomendasi,  pemerintah
              akhirnya pada 28 Mei menghentikan sementara program dengan anggaran Rp 20 triliun tersebut.
              Saat itu, program sudah berjalan untuk tiga kali gelombang pendaftaran.

              KPK  dalam  kajiannya  menemukan  sejumlah  persoalan  tata  kelola  yang  tersebar,  mulai  dari
              pendaftaraan, mitra penyedia platform digital, dan materi pelatihan. Terkait dengan pelaksanaan
                                                           21
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27