Page 98 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 JANUARI 2021
P. 98

LANGKAH SENYAP DPR DAN PEMERINTAH TERBITKAN UU OMNIBUS LAW CIPTA
              KERJA
              Tahun  2020  mencatatkan  peristiwa  bersejarah  bagi  Indonesia.  Pertama  kalinya  pemerintah
              membuat  kebijakan  hukum  dengan  merevisi  beberapa  undang-undang.  Regulasi  baru  ini
              digadang-gadang dapat mendatangkan investasi masuk ke Tanah Air, yakni Omnibus Law Cipta
              Kerja.

              Dalam perjalanan pembahasan, regulasi ini menuai banyak pro dan kontra. Hingga akhirnya,
              dengan langkah senyap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah mengesahkan RUU
              Omnibus Law Cipta Kerja di tengah pandemi pada 5 Oktober 2020.

              Pemerintah  melalui  Menteri  Koordinator  Bidang  Kemaritiman  dan  Investasi  Luhut  Binsar
              Pandjaitan menjelaskan, UU Omnibus Law Cipta Kerja dibuat karena banyaknya aturan yang
              saling  tumpang-tindih.  Rumitnya  aturan,  kata  Luhut,  membuka  celah  pihak-pihak  yang  tak
              bertanggung jawab untuk melakukan korupsi.
              "Satu  sama  lain  saling  tumpang-tindih  atau  saling  mengunci.  Sehingga  kita  tidak  bisa jalan,
              akibatnya  korupsi  tinggi  dan  kemudian  inefisiensi  juga  dimana-mana,"  ujarnya  dalam  acara
              diskusi secara virtual, Rabu (21/10).

              Awal tercetusnya UU Omnibus Law Cipta Kerja dimulai pada Oktober 2019 saat Presiden Joko
              Widodo (Jokowi) resmi kembali duduk memimpin pemerintahan untuk kedua kalinya. Saat itu,
              Jokowi berbicara sebuah konsep hukum perundang-undangan yang diyakini dapat membawa
              angin segar bagi iklim investasi.

              Kemudian, rencana tersebut dimasukkan oleh DPR ke dalam RUU Program Legislasi Nasional
              Prioritas 2020 pada 22 Januari 2020. Pada bulan berikutnya, DPR mengaku telah melakukan
              roadshow ke berbagai daerah untuk menyosialisasikan rancangan regulasi tersebut.

              Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) menyerahkan berkas pendapat akhir
              pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta
              Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam
              rapat  paripurna  tersebut  Rancangan  Undang-Undang  Cipta  Kerja  disahkan  menjadi  Undang-
              Undang. Foto: Dery Ridwansah/
              Pada  2  April  2020  DPR  tetap  menggelar  rapat  paripurna  untuk  membahas  RUU  Cipta  Kerja
              meskipun badai Covid-19 sedang menerpa negeri. Pembahasan RUU tersebut sempat tertunda
              pada akhir bulan karena narasumber tak hadir pada Rapat Dengar Pendapat (RDP).

              Pada bulan berikutnya, tepatnya pada Hari Buruh Internasional berlangsung demo besar-besaran
              yang menolak disahkannya RUU Cipta Kerja. Tak hanya buruh, ribuan mahasiswa di berbagai
              wilayah ikut bersuara. Mereka khawatir regulasi baru tersebut menimbulkan dampak merugikan
              bagi perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja pada masa yang akan datang.
              Namun, DPR dan pemerintah meyakinkan masyarakat bahwa RUU sapu jagat tersebut diperlukan
              untuk membantu perekonomian yang tengah dihantam krisis akibat Covid-19. Meskipun Partai
              Demokrat  menarik diri dari  pembahasan  RUU  Cipta  Kerja  di  Badan Legislasi  (Baleg),  namun
              pembahasan RUU tersebut tetap dilanjutkan.
              Pada  Agustus  2020,  gelombang  penolakan  semakin  besar  datang  dari  Konfederasi  Serikat
              Pekerja Indonesia (KSPI) beserta elemen serikat pekerja lainnya. Aksi penolakan terhadap RUU
              Omnibus Law Cipta Kerja juga digelar oleh kelompok buruh secara serempak di 20 provinsi di
              Indonesia.




                                                           97
   93   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103