Page 99 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 JANUARI 2021
P. 99

Sayangnya, upaya yang dilakukan tak membuahkan hasil. DPR dan pemerintah malah ngegas
              pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Bahkan, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas
              mengaku, total DPR melakukan pembahasan sebanyak 64 kali rapat.

              Kelompok buruh terus mengupayakan penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja hingga
              akhir September 2020. Namun, upaya tersebut sia-sia karena tak banyak berpengaruh.

              Bahkan DPR bersama pemerintah menggelar rapat malam hari pada Sabtu 3 Oktober 2020.
              Parlemen dan pemerintah menyepakati RUU Omnibus Law Cipta Kerja akan dibawa ke Rapat
              Paripurna penutupan masa sidang yang digelar Kamis, 8 Oktober 2020.

              RAKYAT  BERGERAK:  Ribuan  mahasiswa  yang  menggelar  aksi  di  depan  gedung  DPR-MPR,
              Jakarta,  semburat  saat  polisi  menembakkan  gas  air  mata.  Demo  tersebut  dilakukan  untuk
              menolak sejumlah RUU kontroversial. (Muhamad Ali/Jawa Pos)

              Hasil rapat tersebut diketahui oleh para buruh dan sebagian masyarakat yang menolak sehingga
              mereka berencana melakukan aksi mogok besar-besaran sejak tanggal 6 Oktober. Namun, di
              luar perkiraan DPR malah memajukan Rapat Paripurna penutupan masa sidang menjadi Senin,
              5 Oktober 2020.

              Pada 5 Oktober 2020, palu diketuk tanda RUU Omnnibus Law Cipta Kerja disahkan menjadi
              Undang-Undang. Dari 9 fraksi DPR, sebanyak 6 fraksi menyetujui, 1 fraksi yaitu PAN menyetujui
              dengan catatan.

              Sementara 2 fraksi, yaitu Demokrat dan PKS, menyatakan menolak RUU Omnibus Law Cipta
              Kerja. Bahkan dalam Rapat Paripurna tersebut, anggota dari Partai Demokrat melakukan aksi
              walk out (meninggalkan sidang).

              Setelah  pengesahan,  polemik  UU  Cipta  kerja  berlanjut  karena  jumlah  halaman  yang  terus
              berubah-ubah hingga kesalahan pengetikan atau typo.

              Kesalahan pengetikan ini menuai banyak sorotan.

              Adapun perubahan naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja terjadi beberapa kali. Draf versi pertama
              yang diunggah di situs resmi DPR terdiri dari 1.028 halaman. Kemudian draf selanjutnya, berubah
              menjadi 905 halaman. Hasil revisi ini bahkan sempat disebut sebagai draf final UU Omnibus Law
              Cipta Kerja.

              Namun belakangan, draf UU Omnibus Law Cipta Kerja berubah lagi menjadi 1.052 halaman.
              Perubahan masih terus terjadi hingga naskah tersebut dikirim ke Presiden Jokowi, dimana jumlah
              halaman dari 1.052 berubah menjadi 1.035 halaman.

              Hingga akhirnya versi terakhir sebanyak 812 halaman. Draf inilah yang paling naskah akhir dan
              telah diteken oleh Presiden Jokowi.

              Namun,  usai  mendapatkan  nomor  legalitas  yakni  UU  Nomor  11 Tahun 2020  dan  dinyatakan
              sudah berlaku sejak diundangkan, masih banyak pihak yang menolak. Mereka pun mengajukan
              uji materiil atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Salah satunya adalah KSPI yang saat
              ini mengajukan uji materiil. Nasib UU tersebut saat ini pun masih diproses di MK.

              Luhut sendiri beranggapan, omnibus tersebut tidak menghilangkan aturan yang ada di undang-
              undang  sebelumnya.  Namun  hanya  menyelaraskan  isi  sejumlah  undang-undang  untuk
              menghindari tumpang-tindih.

              Saat  ini,  turunan  dari  UU  inipun  masih  terus  disusun.  Luhut  menegaskan  pemerintah  akan
              membuka pintu lebar-lebar bagi masyarakat yang ingin memantau dan memberikan masukan


                                                           98
   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103   104