Page 86 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 30 DESEMBER 2020
P. 86
Pandemi dan Dampak Bagi Jurnalis AJI menyoroti kebijakan media yang tak menguntungkan
pekerjanya akibat dari pandemi Covid-19. Dengan alasan bertahan dari krisis, sejumlah media
melakukan pemutusan hubungan kerja, menunda, dan memotong gaji.
AJI mencatat media siber Kumparan pada Juni 2020 melakukan PHK terhadap sejumlah
karyawan dengan proses sosialisasi singkat dan karyawan yang di-PHK hanya mendapat
pemberitahuan melalui surat elektronik.
Awal Agustus 2020, AJI Surabaya mencatat pekerja media Jawa Pos dipaksa untuk pensiun dini
dengan alasan untuk efisiensi. Mereka yang menolak akan di-PHK. Ironisnya, Jawa Pos
mempekerjakan kembali beberapa yang diberhentikan dengan status karyawan kontrak.
Pada bulan yang sama, Jakarta Post juga mengumumkan PHK besar-besaran karena alasan
kesulitan pembiayaan. Tawaran PHK juga disampaikan Tempo kepada karyawannya. 19
karyawan dipanggil satu persatu untuk mendapat surat pemberitahuan PHK.
Selain itu, AJI mendapat laporan sejumlah perusahaan media menunda pembayaran gaji serta
tunjangan hari raya, serta memotong gaji karyawan karena pandemi Covid-19.
"Dahsyatnya pukulan pandemi tentu dirasakan semua pihak, namun demikian krisis ini tidak bisa
dijadikan alasan bagi perusahaan-perusahaan media untuk bertindak sewenang-wenang kepada
karyawannya. AJI mendesak perusahaan media menghentikan kebijakan penundaan gaji,
pemotongan gaji, dan PHK sepihak. Kalau pun ada upaya drastis yang akan dilakukan, harus
dilakukan sesuai undang-undang," kata Abdul.
Dari hasil Survei AJI bersama International Federation Journalists (IFJ) pada 27 Oktober-13
November 2020, diketahui bahwa pandemi berdampak serius bagi media. Dari 792 pekerja media
yang menjadi responden survei, inilah yang dialami: pengurangan honor (53,9 persen),
pemotongan gaji (24,7 persen), PHK (5,9 persen), perumahan karyawan (4,1 persen), dan
lainnya.
Selain masalah ketenagakerjaan, AJI mendapatkan laporan sejumlah perusahaan media abai
melindungi pekerja dari penyebaran virus corona. Seperti penyediaan APB, fasilitas testing,
hingga menyiapkan standar operasional prosedur pencegahan.
"Dari total 792 pekerja media yang menjadi responden, sebanyak 63,2 persen di antaranya
mengaku tidak dibekali alat pelindung diri (APD) dari perusahaan. Hanya 36,8 persen responden
yang menyatakan dibekali APD oleh perusahaan saat bekerja di tengah pandemi Covid-19," kata
Abdul.
"Selain APD, pemberian layanan tes Covid-19 baik rapid test maupun swab test (PCR) juga
minim. Sebanyak 63,8 persen responden mengaku perusahaannya tidak menyediakan layanan
tes Covid-19 dan hanya 23,9 persen yang mengatakan ada layanan tes Covid-19, kemudian 12,4
persen sisanya mengaku tidak tahu menahu," tutupnya.
[fik] Pemidanaan Jurnalis.
85

