Page 105 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 AGUSTUS 2020
P. 105
HARI ANTI PERBUDAKAN DAN PERDAGANGAN MANUSIA, TITIK BALIK
PERLINDUNGAN PMI
JAKARTA - Pekerja Migran Indonesia (PMI) meminta perlindungan yang komprehensif dari
negara. Momentum Hari Anti Perbudakan dan Perdagangan Manusia, 23 Agustus, diharap
menjadi titik balik perlindungan bagi PMI.
Koordinator GANAS (Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas), Fajar, mengungkap persoalan hulu-
hilir yang dihadapi PMI selama ini.
Untuk ke Taiwan misalnya, proses penempatan banyak berlangsung B to B , yang tak jarang
membuat PMI harus membayar hingga di atas Rp65 juta rupiah. Belum lagi beban utang yang
harus ditanggung PMI lantaran kamuflase pesangon.
Padahal, kata Fajar, merujuk kepada Undang-Undang (UU) PMI 18/2017, biaya penempatan PMI
ditanggung oleh pihak user ( zero cost ). Atau jika merujuk pada Kep. Dirjen 152/2009 tentang
cost structure , biayanya hanya sebesar Rp10.675.400.
Stelah tiba dan bekerja di negera penempatan, persoalan juga masih berlanjut. Ihwal kesesuaian
kontrak kerja, upah, jam kerja, resiko kekerasan, pelecehan seksual, hingga PHK (pemutusan
hubungan kerja) sepihak juga mengancam PMI lantaran skema B to B itu.
Belum lagi, menurut Fajar, sejauh ini PMI tak punya kebebasan dalam memilih asuransi.
Kepesertaan di BPJSTKI (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia) yang
selama ini menjadi program pemerintah, dinilai Fajar, tak cukup melindungi.
"BPJSTKI tidak dapat menutupi biaya rumah sakit di negara penempatan jika PMI mengalami
sakit atau kecelakaan kerja di negara penempatan. BPJSTKI juga tidak meng- cover korban
PHK PMI yang saat ini marak terjadi akibat dari pandemi Covid-19 dan tidak meng- cover PMI
yang sakit bukan disebabkan karena kecelakaan kerja," ungkap Fajar yang lama berkerja di
Taiwan.
Penuturan Fajar itu disampaikan dalam sebuah webinar bersama Koalisi Lawan Corona (KLC),
PERADI, Bana & Co Lawfirm, IDe, Radio Bravos, BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia), dan Legislator Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, pada 19 Agustus 2020, lalu.
Senada dengan Fajar, koordinator KOTKIHO (Koalisi Tenaga Kerja Indonesia Hongkong),
Nuhalimah, mengungkapkan, harapan besar kini ada di pundak BP2MI untuk memberi
perlindungan yang memadai, dimulai dari tahap pembekalan.
"Bukan hanya pembekalan bahasa dan cara kerja, tetapi bekal pengetahuan hukum tentang
sistem hukum di negara yang dituju, termasuk adat (budaya) negara yang akan menjadi tujuan
pekerja migran," kata Nuhalimah.
Nurhalimah yang lama bekerja di Hongkong ini mengemukakan, persoalan-persoalan yang
dihadapi PMI Hongkong tak jauh beda dengan di Taiwan.
Di persoalan hilir, Nurhalimah berharap, pemerintah-mungkin melalui BP2MI, bisa menyiapkan
pendidikan pemberdayaan pasca kepulangan PMI ke tanah air.
"Sehingga nanti ketika selesai, purna PMI , kami tidak harus kebingungan mau usaha apa? Dan
kemudian memutuskan untuk kembali menjadi PMI bagaimana?" kata Nurhalimah.
Terkait hal tersebut, Jurubicara KLC, Nukila Evanty mengemukakan, tanggal 23 Agustus yang
setiap tahun diperingati sebagai Hari Internasional Anti Perbudakan, seharusnya bisa menjadi
momentum pemerintah untuk menjamin PMI terbebas dari perbudakan modern ( modern
slavery ).
104