Page 39 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 JUNI 2021
P. 39

Ringkasan

              Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia melaporkan, sebanyak 35 Warga Negara Indonesia
              (WNI)  bekerja  sebagai  Anak  Buah  Kapal  (ABK)  perikanan  asing  meninggal  di  luar  negeri.
              Koordinator  Nasional  DFW  Indonesia  Moh  Abdi  Suhufan  mengatakan,  fakta  ini  memperkuat
              dugaan bahwa pelaut perikanan sangat rentan resiko dan tereksploitasi. Pemerintah Indonesia
              perlu  mengambil  langkah  konkrit  untuk  meningkatkan  perlindungan  kepada  awak  kapal
              perikanan migran Indonesia yang bekerja di kapal ikan luar negeri.



              35 ABK INDONESIA MENINGGAL DI LUAR NEGERI

              Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia melaporkan, sebanyak 35 Warga Negara Indonesia
              (WNI) bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) perikanan asing meninggal di luar negeri.
              Koordinator  Nasional  DFW  Indonesia  Moh  Abdi  Suhufan  mengatakan,  fakta  ini  memperkuat
              dugaan bahwa pelaut perikanan sangat rentan resiko dan tereksploitasi.

              "Dari hasil investigasi kami bahwa dalam periode November 2019-Maret 2021 terdapat 35 orang
              awak kapal perikanan Indonesia migran yang meninggal di kapal ikan asing," ungkap Abdi dalam
              keterangan resmi yang dikutip RRI.co.id, Senin (28/6/2021).

              Berbagai latarbelakang menjadi penyebab kematian para ABK WNI itu, di atas kapal perikanan
              asing dari hasil investigasi DFW Indonesia tersebut.

              "Mereka meninggal karena berbagai sebab seperti sakit, mengalami tindak kekerasan berupa
              pemukulan dan penyiksaan, pembunuhan dan karena kondisi kerja, makanan dan minuman yang
              tidak layak selama melakukan operasi penangkapan ikan," paparnya.

              Abdi menyatakan, dari 35 orang tersebut mayoritas bekerja di kapal ikan Tiongkok.

              "Dari 35 orang tersebut, 82% bekerja di kapal ikan Tiongkok, 14% kapal ikan Taiwan dan sisanya
              negara lain seperti Vanuatu," ujar Abdi.


              Serta,  para  korban  meninggal  tersebut  diberangkatkan  oleh  16  perusahaan  perekrut  dan
              penempatan.

              "Ironisnya dari 16 perusahan, hanya satu perusahaan yang memiliki SIUPPAK yang diterbitkan
              oleh Menteri Perhubungan. Artinya mayoritas awak kapal perikanan yang meninggal tersebut
              berangkat melalui jalur yang tidak resmi atau unprosedural," jelas Abdi lagi.

              Pemerintah  Indonesia  perlu  mengambil  langkah  konkrit  untuk  meningkatkan  perlindungan
              kepada awak kapal perikanan migran Indonesia yang bekerja di kapal ikan luar negeri.

              "Keberadaan  UU  No  18/2017  tentang  Perlindungan  Pekerja  Migran  Indonesia  belum  efektif
              memberikan  perlindungan  bagi  awak  kapal  perikanan.  Pemerintah  pusat  belum  terlalu
              melibatkan  pemerintah  provinsi,  kabupaten/kota  dan  desa  dalam  perlindungan  awak  kapal
              migran," sambung Abdi.

              Peneliti DFW Indonesia Muh Arifuddin meminta Presiden Jokowi untuk turun tangan membenahi
              carut karut sistem perekrutan dan penempatan awak kapal perikanan dengan segera mengakhiri
              dualisme aturan yang ada saat ini.

              "Ada konflik regulasi yang saling tumpang tindih antara UU Pelayaran, UU Perseroan Terbatas
              dan UU Perlindungan Pekerja Migran yang menyebabkan perekrutan dan pengiriman menjadi
              multidoors dan kerumitan dalam pengawaan," ucap Arif.

                                                           38
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44