Page 114 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 NOVEMBER 2020
P. 114

Bukan  Ke  Turki  Tapi  Ke  Libya  Di  Turki,  ia  mulai  menyadari  ada  sesuatu  yang  ganjil  terjadi.
              Berawal saat tiba di Turki, Martini bukannya dijemput oleh pemilik restoran seperti dijanjikan
              waktu masih di Indonesia.

              Ia bukan langsung bekerja. Malah, Martini ditempatkan di suatu rumah selama kurang lebih 10
              hari. "Di situ dikunci. Nggak bisa apa-apa lah. Pokoknya nggak bisa keluar. Cuma makan dan
              minum. Di situ ada banyak orang," kenangnya.

              Ia semakin merasa ada sesuatu yang tidak benar. Setelah sepuluh hari "dikurung", Martini dikirim
              ke  Libya.  Ini  bukan  negara  tujuan  penempatan  kerjanya  sesuai  kontrak  yang  disepakati  di
              Indonesia, sebelum berangkat.

              Setibanya di Libya, dia tidak menemukan ada jaringan internet di kantor tempat penampungan
              sementara. Bahkan ia tidak bisa menghubungi keluarga karena tidak boleh pakai handphone
              (Hp). Beli kartu Hp pun susah.

              Martini menuju ke kantor agensi di Libya untuk menanyakan pekerjaan apa yang akan ia lakukan.
              Setelah mendengar jawaban dari pekerja di kantor itu, Martini kesal karena telah ditipu. "Saya
              bingung di Libya. Saya pergi ke kantornya. Saya tanya lah sama orang di sana, kerjaannya apa."

              "Terus dia bilang begini, 'emang kamu nggak dikasih tahu sama sponsor?' Saya tahunya sebagai
              waitress. Dia bilang sebagai Asisten Rumah Tangga (ART). Itu katanya sudah ada dalam surat
              kontrak di situ," tuturnya.

              Ia pun menolak pekerjaan tersebut karena tidak sesuai dengan bidang yang ia cari dan sepakati
              saat di tanah air bersama badan penyalur tenaga kerja luar negeri yang memberangkatkannya.

              "Saya nggak mau. Saya katakan, 'saya bukan mencari kerja menjadi PRT (pembantu rumah
              tangga). Tapi saya mau menjadi waitress. PRT itu tidak sesuai kontrak." "Saya nggak mau tanda
              tangan kontrak itu," kisahnya.

              Jauh dari negera sendiri dan tidak memiliki alat komunikasi, membuatnya terpuruk di negeri
              orang yang kemudian baru ia ketahui tidak termasuk negara ujuan bagi para buruh migran yang
              diatur dalam Undang-undang.

              Seakan  doanya  terjawab,  setelah  dua  hari,  ada  seorang  pencari  tenaga  kerja  datang  untuk
              mencari pekerja untuk merapikan toko Kitchen Set. Dia pun mengamini tawaran itu, meskipun
              tidak dibayar, yang penting bisa berinternet.
              "Saya  bilang  begini  sama  orang  itu,  saya  maunya  itu  hanya  internet.  Soalnya  saya  belum
              menghubungi ibu saya yang lagi sakit. Merasa iba, ayahnya bilang ya sudah," ucapnya.

              Dari  situlah,  ia  mulai  melaporkan  kasus  yang  ia  alami  ke  KBRI  dan  Serikat  Buruh  Migran
              Indonesia (SBMI).

              Saat  melapor  ke  KBRI,  Martini  mengaku  sempat  kecewa  dengan  respon  dari  petugas  yang
              menerima laporannya. "Pihak KBRI cuman bilangnya gini, 'Ya sudah mbak, katanya kerja saja
              kali  aja  rezeki  lo  itu.  Kalau  misalnya  mau  jadi  ART  nggak  mungkin  saya  melapor  ke  KBRI.
              Sudahlah kalau nggak mau bantu," tegasnya.

              Respon baik ia terima saat melapor ke SBMI. Ia ditanya berada di mana. Dari SMBI, ia baru
              mengetahui dia berada di negara yang dilarang menjadi tempat tujuan buruh migran.

              Terima  Ancaman  dan  Pukulan  Tahu  dirinya  ditipu,Martini  pun  memarahi  sponsor  yang
              memberangkatkannya ke luar negeri melalui sambungan telepon. Pihak sponsor malah tetap
              membujuknya untuk mencoba bekerja di Libya.


                                                           113
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119