Page 159 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 FEBRUARI 2021
P. 159

Namun, Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah, mengatakan bahwa pembahasan semua RPP di
              lingkup kementeriannya sudah melalui jalur tripartit. Artinya, pihak buruh pun diikutsertakan
              dalam pembuatan aturan ini. Ida juga mengungkapkan, semua RPP yang dibuat Kemnaker sudah
              ditautkan dalam situs https:// uu-ciptakerja.go.id. Sayangnya, RPP tentang Pengupahan belum
              terlihat di situs tersebut.

              Sejak  awal  digulirkan,  UUCK  memang  sudah  menuai  pro  dan  kontra.  Publik  terbelah  dalam
              memaknai aturan sapu jagat ini. Babak baru omnibuslaw adalah pengesahan aturan pelaksana
              yang sifatnya sangat teknis dan detail. Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari,
              menilai problematika dalam UUCK sudah sedemikan banyak. Maka tidak tertutup kemungkinan
              aturan turunannya pun menjadi sangat bermasalah.

              Menurutnya,  UUCK  merupakan  proyek  ambisius.  Dengan  menggabungkan  lebih  dari  70  UU,
              maka  begitu  banyak  peraturan  pelaksana  yang  harus  dibuat  pemerintah.  Sementara,  dalam
              batang  tubuh  UUCK  sendiri  sudah  teragendakan  bahwa  tiga  bulan  setelah  disahkan,  aturan
              turunan sudah harus diselesaikan.

              Dari sisi hukum tata negara, menurut Feri, jika lebih dari tiga bulan aturan turunan belum ketuk
              palu, maka bisa bermasalah dari sisi keabsahannya. "Sejauh ini, proses-proses itu menunjukkan
              pembuat undang-undang ini terburu-buru. Untuk membuat RPP akhirnya kacau. Tidak sesuai
              dengan  ketentuan  undang-undang  yang  berlaku,"  ia  menjelaskan  kepada  Wahyu  Wachid
              Anshory dari Gatra.
              Bagi  Feri,  UUCK  memang  beraroma  kepentingan  bisnis  yang  begini  kuat.  Maka  tak
              mengherankan jika aturan turunannya pun memiliki napas yang sama. Sejauh pengalamannya,
              beleid bisa digolongkan berdasarkan kepentingan kelompok yang membuatnya. Sebuah UU bisa
              menjadi sangat ramah kepada publik atau justru bisa bersifat represif. "Represif dalam arti abai
              terhadap kehendak publik. Itu sudah terlihat dalam undang-undang maupun contoh RPP yang
              sudah dibahas, disahkan, atau didiskusikan," ujarnya.

              Dalam  UUCK,  menurutnya,  ada  dua  kepentingan  yang  berseteru.  Kepentingan  pebisnis  dan
              kepentingan  publik.  Ketika  pengesahan  aturan  pelaksana  terhambat,  maka  tentu  saja  akan
              menimbulkan  ketidakpastian  hukum.  Nah,  dalam  perspektif  ini,  keterlambatan  menjadi
              ketidakadilan.

              Aditya Kirana, Ryan Puspa Bangsa, dan M. Guruh Nuary
              Caption:

              Airlangga Hartarto (kelima kiri) bersama dengan pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja
              pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta
























                                                           158
   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164