Page 182 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 MEI 2021
P. 182
Ihwal lainnya yang sama pentingnya untuk dipahami adalah, THR Keagamaan mesti diberikan
dalam bentuk uang dengan ketentuan menggunakan mata uang rupiah Negara Republik
Indonesia, hal mana digariskan dalam Pasal 6 Permennaker Nomor 6 Tahun 2016.
Adapun pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak
tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari
sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak menerima THR Keagamaan.
Harus Bayar THR Kendati Kemnaker menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021
tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi
Pekerja/Buruh di Perusahaan. SE Pelaksanaan THR ini hanya ditujukan kepada para Gubernur di
seluruh Indonesia dengan meminta Gubernur untuk memastikan perusahaan untuk
membayarkan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Hanya saja, dalam poin berikutnya pemerintah memberi "kelonggaran" bagi pengusaha yang
benar-benar tidak mampu untuk membayar THR Keagamaan pada waktu yang ditentukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan menawarkan solusi melalui dialog
antara pengusaha dan pekerja/buruh (bipartit), yang dilakukan secara kekeluargaan dilandasi
dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan dan itikad baik untuk mencapai
kesepakatan-tanpa mengurangi ataupun menghilangkan kewajiban pengusaha.
Dengan beberapa substansi kesepakatan berupa teknis pembayaran termasuk waktu dan cara
pengenaan denda keterlambatan pembayaran THR Keagamaan. Dengan kemudian perusahaan
melaporkan kesepakatan dimaksud kepada Dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang ketenagakerjaan setempat.
Walaupun demikian, masih sama dengan tahun sebelumnya LBH Padang tetap menyayangkan
terbitnya SE dimaksud, sebab berpotensi merugikan pekerja/buruh karena SE tersebut justru
mereduksi peran dan tanggung jawab pemerintah sendiri dalam perlindungan dan pemenuhan
hak pekerja/buruh.
Hal mana pekerja/buruh tidak berada dalam posisi yang seimbang atau setara dengan
pengusaha selaku pemilik modal maupun dalam struktur perusahaan. Kendati SE dimaksud
memuat poin yang menekankan pengusaha untuk menyampaikan laporan keuangan secara
transparan dan itikad baik, tetap saja tindakan pemerintah yang cenderung lepas tangan dengan
membiarkan terjadinya proses perundingan (bipartit) antara pengusaha dengan pekerja/buruh,
dapat membuka kran kesewenang-wenangan bagi pengusaha (nakal).
Bagaimanapun, ketentuan perihal THR Keagamaan tetap mesti mengacu kepada Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
(Permennaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi
Pekerja/Buruh di Perusahaan, yang memiliki kedudukan lebih tinggi secara hirarkis dan
merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan, sehingga bagaimanapun SE mesti
"tunduk" terhadap terhadap peraturan perundang-undangan diatasnya. Sehingga substansinya
tidak sedikitpun mengurangi esensi ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah
mengatur perihal THR Keagamaan.
SSC/Rel.
181