Page 43 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 MEI 2021
P. 43

Tahun sebelumnya, di periode yang sama, persentasenya lebih besar, yakni mencapai 56,54
              persen. Penurunan tersebut tak lain karena adanya pandemi Covid-19 yang berdampak besar
              pada perekonomian.

              Pembatasan  aktivitas  masyarakat  sebagai  upaya  mencegah  penyebaran  virus  SARS  CoV-2
              penyebab Covid-19 membuat permintaan menurun. Barang dan jasa yang dihasilkan dunia usaha
              tidak banyak tersalurkan ke konsumen karena kendala distribusi.

              Roda ekonomi yang melemah itu berdampak pada menurunnya pendapatan perusahaan. Demi
              menjaga  keberlanjutan,  perusahaan  mengurangi  biaya  operasional,  salah  satunya  dengan
              pemotongan gaji karyawan.

              Bahkan tidak sedikit yang berujung pada pemutusan hubungan kerja. Menurut catatan BPS pada
              periode yang sama, lebih dari lima juta orang kehilangan kesempatan kerja karena bencana non-
              alam tersebut.

              Di sisi lain, persentase buruh dengan upah di atas UMP yang semakin kecil tidak hanya terjadi
              saat pandemi melanda. Di bulan Agustus 2018, angkanya sebesar 57,55 persen. Meski lebih
              tinggi daripada tahun 2019, nilai tersebut merosot jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

              Pasalnya, pada 2017 lebih dari 60 persen buruh menerima upah di atas UMP, dan merupakan
              yang paling besar selama lima tahun belakangan. Sementara tahun sebelumnya hanya mencapai
              58,74 persen.

              Dengan kata lain, penerima upah sesuai standar semakin kecil. Kenaikan upah minimum yang
              terus diperjuangkan dari tahun ke tahun dalam momentum demo buruh setiap 1 Mei hanya
              dirasakan sebagian pekerja.

              Pengeluaran per kapita
              Sementara  kebutuhan  setiap  orang  semakin  bertambah  dari  hari  ke  hari.  Besarannya  terus
              meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tecermin dari semakin besarnya pengeluaran per kapita
              penduduk Indonesia.

              Dihitung  dari  data  pengeluaran  per  kapita  yang  dihimpun  BPS,  rata-rata  peningkatan
              pengeluaran penduduk Indonesia sebesar 1,5 persen setiap tahunnya. Jumlah ini setara dengan
              Rp 151.778 per tahun, atau Rp 12.648 per bulan.

              Angka ini menjadi lebih kecil karena adanya dampak pandemi. Pengeluaran per kapita pada
              tahun 2020 turun menjadi minus 2,5 persen dibandingkan pada 2019, dari Rp 941.583 per bulan
              menjadi Rp 917.750 per bulan seiring dengan menurunnya daya beli masyarakat.

              Jika dalam situasi normal, tanpa adanya pandemi Covid-19, rata-rata pengeluaran per kapita
              meningkat sebesar 2 persen. Dalam satu dekade terakhir, setidaknya naik sekitar Rp

              200.000 per tahun, atau Rp 17.208 per bulan.
              Di lain sisi, peningkatan pengeluaran per kapita mengindikasikan taraf hidup yang lebih baik.
              Pasalnya,  pengeluaran  per  kapita  menjadi  salah  satu  indikator  untuk  mengukur  indeks
              pembangunan manusia. Indikator ini menggambarkan dimensi standar hidup layak penduduk
              Indonesia.  Rata-rata  pengeluaran  per  kapita  digunakan  untuk  menunjukkan  tingkat
              kesejahteraan setiap golongan ekonomi rumah tangga.

              Anggota rumah tangga

              Merujuk  Pasal  43  Peraturan  Pemerintah  No  78/2015  tentang  pengupahan,  penetapan  upah
              minimum yang dilakukan setiap tahun salah satunya didasarkan pada kebutuhan hidup layak.
                                                           42
   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48