Page 226 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 AGUSTUS 2021
P. 226
Dengan berbagai sumber yang saya dapatkan, ternyata UU Omnibus Law Cipta Kerja telah
menghapus setidaknya 5 pasal yang berkaitan dengan pemberian pesangon. Akibatnya, para
pekerja terancam tidak mendapatkan pesangon ketika ingin mengundurkan diri, atau mengalami
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), bahkan meninggal dunia. Adapun beberapa pasal yang
dihapus adalah.
Pertama, pasal 81 poin 51 UU Cipta Kerja menghapus ketentuan Pasal 162 UU Ketenagakerjaan
yang berisi tentang aturan penggantian uang pesangon untuk para pekerja yang mengundurkan
diri. Kedua, pasal 81 poin 52 UU Cipta Kerja menghapus pasal 163 di UU Ketenagakerjaan yang
berhubungan dengan pemberian uang pesangon apabila terjadi PHK yang dikarenakan
perubahan status, peleburan, penggabungan, atau perubahan kepemilikan perusahaan.
Ketiga, pasal 81 poin 53 UU Cipta Kerja menghapus pasal 164 UU Ketenagakerjaan yang
mengatur tentang pemberian uang pesangon bila terjadi PHK yang diakibatkan oleh perusahaan
yang mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau keadaan yang memaksa.
Keempat, pasal 81 poin 54 UU Cipta Kerja menghapus pasal 165 pada UU Ketenagakerjaan yang
berhubungan dengan pemberian uang pesangon jika terjadi PHK yang disebabkan perusahaan
pailit. Kelima, pasal 81 poin 55 UU Cipta Kerja menghapus pasal 166 UU Ketenagakerjaan
tentang pemberian pesangon kepada ahli waris jika pekerja atau buruh meninggal dunia.
Jika saya perhatikan dari kelima pasal tersebut yang sudah dihapus, itu artinya para pekerja
kontrak/buruh tidak akan mendapat pesangon karena bukan pekerja tetap. Hal ini tentunya
sangat merugikan pihak pekerja dan menguntungkan bagi pihak perusahaan. Akal – akalan
kapitalis?
Batasan Maksimum 3 Tahun untuk Pekerja Kontrak Dihapus
Selain para pekerja kontrak/buruh tidak akan mendapat pesangon, mereka juga terancam tidak
bisa mendapatkan perpanjangan kontrak maksimal selama 3 tahun seperti dahulu lagi. Pasalnya,
pemerintah mengubah dan menghapus sejumlah pasal yang berkaitan dengan ketentuan PKWT
(Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu) melalui UU Cipta Kerja ini.
UU Cipta Kerja menghapus pasal yang berisi tentang batasan perpanjangan maksimal 3 tahun.
Jadi, jika pasal tersebut sudah tidak ada, para pekerja kontrak bisa saja menjadi pekerja kontrak
seumur hidupnya. Pemerintah hanya mencantumkan bahwa pekerjaan pekerja kontrak selesai
didasari oleh perjanjian kontrak. Itu artinya, lama masa kontrak bergantung dari kesepakatan si
pemberi kerja dan pekerja kontrak atau buruh.
Kalau kita melihat ke belakang, dahulu para pekerja kontrak mendapatkan perpanjangan 1 tahun
dan perpanjangan 2 tahun yang ditotal menjadi 5 tahun. Sehingga mereka bisa mendapat
kesempatan menjadi pekerja tetap untuk di tahun berikutnya. Namun, sayangnya peraturan itu
sudah tidak berlaku lagi, yang artinya mereka bisa saja sampai pensiun (60 tahun) masih
berstatus kontrak. Miris betul.
Lalu, bagaimana dengan nasib mereka? Hal inilah yang membuat saya sedih, sudah berstatus
kontrak seumur hidup, ditambah lagi ketika akan keluar dari perusahaan malah tidak dapat
pesangon.
Ini masih hanya sebagian dampak yang ada dari undang-undang Omnibus Law. Jika dilihat dari
kedua dampak ini saja, kemungkinan pengaruh lainnya untuk para pekerja kontrak/buruh juga
berdampak buruk.
Jam Lembur Ditambah Sedangkan Cuti Hilang
225