Page 38 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 Januari 2021
P. 38
"Beberapa tahun ini ribuan rekan kami buruh pabrik garmen di Jawa Barat yang bekerja di sektor
padat karya menjadi pengangguran akibat relokasi pabrik ke daerah lain, atau bahkan ditutup"
kata Ketua PBGJB Agung melalui pernyataan di Jakarta, Kamis.
Menurut Agung, mereka sebenarnya sudah siap untuk mengerahkan ribuan anggota paguyuban
untuk melakukan demonstrasi agar aspirasi mereka didengar demi perjuangan untuk
menyambung periuk nasi, untuk membayar kontrakan serta kehidupan sehari-hari untuk
keluarga.
"Tapi berhubung kondisi pandemi COVID-19, pihak kepolisian hanya mengijinkan 30-50 orang
saja untuk mengikuti aksi, sementara pihak Kemenaker meminta 10 orang perwakilan untuk
dialog," katanya.
Agung mengatakan bahwa ia meminta perhatian dari pemerintah, khususnya kepada para buruh
di pabrik garmen dengan memperlakukan kebijakan yang lebih berpihak kepada industri padat
karya yang memperkerjakan ratusan ribu buruh berpendidikan rendah. Sementara itu Sekretaris
PBGJB Azizah mengakui bahwa sudah ribuan rekan-rekannya yang mengalami PHK akibat pabrik
yang tutup akibat tidak mampu menanggung beban Upah Minimum Kabupaten (UMK).
"Kami hanya bisa bekerja di garmen karena pendidikan kami yang rendah dan perusahaan mana
yang bersedia mempekerjakan kami selain pabrik garmen yang padat karya," katanya.
Bersama sama dengan para pengurus lainnya yang terdiri dari dari berbagai pabrik garmen.
Agung dan Azizah meminta dengan sangat agar pemerintah cepat tanggap melihat kondisi yang
dilematis ini dan menuangkan dalam rancangan peraturan pemerintah tentang pengupahan yang
pro industri padat karya untuk buruh garmen.
"Kami tidak butuh UMK yang tinggi, yang kami butuhkan kami tetap bisa bekerja. Itu saja.
Selama ini UMK juga ditetapkan tinggi tinggi, tapi praktiknya tidak bisa dijalankan bahkan malah
pabrik banyak tutup," kata Agung.
Ia mengatakan UMK di Kabupaten Bogor dan Purwakarta saat ini merupakan yang tertinggi di
banding daerah lain di Jawa Barat, yaitu masing-masing Rp4.217.206 dan Rp4.173.569, lebih
tinggi dibandingkan dengan Kota Bandung sebesar Rp3.742. 276. Angka tersebut juga jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan UMK di Kota Semarang, Jawa Tengah sebesar Rp2.810.025.
Mengingat sebagian besar perusahaan garmen tersebut dimiliki oleh pengusaha Korea Selatan,
kantor berita Yonhap beberapa waktu sempat mengangkat isu kenaikan drastis UMK di
Kabupaten Bogor dan Purwakarta yang berdampak terhadap banyak perusahaan.
Dalam sembilan tahun terakhir, terdapat kenaikan sampai 300 persen upah di Jawa Barat dan
hal ini membuat perusahaan garmen sangat kesulitan, akibatnya perusahaan Korea Selatan
memilih tutup dan sekarang tersisa 258 dari jumlah 317 sebelumnya. Pandemi COVID-19 yang
belum mereda membuat kondisi semakin sulit.
37