Page 147 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 SEPTEMBER 2020
P. 147
Direktur Utama BPJAMSOSTEK, Agus Susanto bersama Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida
Fauziyah saat Proses penyerahan Bantuan Subsidi Upah (BSU) di Kementerian Ketenagakerjaan
(Kemenaker) RI pada Senin (24/8).
Ketiga adalah Penundaan pembayaran sebagian iuran Jaminan Pensiun (JP). Relaksasi terakhir
ini khusus bagi penerima upah atau mereka yang bekerja di perusahaan. Sebab, hanya mereka
saja yang mendapatkan jaminan pensiun.
Tapi, jika JKK dan JKM ada diskon, tidak demikian dengan JP. Iuran sebesar 1 persen tetap harus
dibayarkan paling lambat di tanggal 30. Sisanya yang 99 persen bisa bertahap mulai 15 Mei 2021
sampai 15 April 2022.
Dalam PP ini juga dijelaskan bahwa perusahaan menengah besar wajib mengajukan permohonan
kepada BP Jamsostek untuk mendapatkan relaksasi ketiga. Sebab, mereka yang mendapatkan
harus sudah mengalami penurunan omzet 30 persen. Sementara itu, perusahaan mikro kecil
juga diwajibkan melapor ke BP Jamsostek. Tapi khusus untuk mereka, tidak ada syarat
penurunan omzet 30 persen.
Lalu dalam bagian akhir PP ini dijelaskan bahwa relaksasi diberikan selama 6 bulan, dari Agustus
2020 sampai Januari 2020. Denda keterlambatan iuran juga diberi keringanan, dari semula 2
persen menjadi 0,5 persen. Tapi dari sejumlah aturan di PP ini, relaksasi memang hanya
diberikan terbatas, tidak seluruhnya.
Contohnya, diskon 99 persen untuk JKK dan JKM, tidak ada jatah untuk pekerja migran
Indonesia. Selain itu untuk JHT, hanya ada keringanan untuk pembayaran. Tidak ada diskon 99
persen seperti yang diberlakukan untuk JKK dan JKM.
Meski baru diluncurkan saat ini, Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo ) Bidang
Jaminan Sosial, Dipa Susila, mengucapkan terima kasih atas adanya relaksasi ini. "Ini angin segar
untuk bernapas lagi," kata dia.
Menurut dia, relaksasi ini tidak hanya bisa meringankan beban perusahaan, tapi juga bisa
mencegah adanya PHK. Tapi, Dipa berharap relaksasi ini tidak hanya sampai Januari 2021 saja,
seperti yang tertutang dalam PP 49 Tahun 2020. "Mungkin bisa lebih," kata dia.
Di sisi lain, pada 23 Agustus 2020, kalangan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (
KSPI ) menyatakan penolakan terhadap penundaan iuran tersebut. Presiden KSPI Said Iqbal
menilai kebijakan ini mengada-ada dan tidak tepat. "Dengan distop-nya iuran, maka yang akan
diuntungkan adalah pengusaha," kata Said dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu, 23
Agustus 2020. Saat itu, Said Iqbal menyoroti khusus JHT dan JP. Sebab, jika iuran dihentikan
sementara, maka artinya tabungan buruh untuk hari tua dan pensiun tidak akan mengalami
peningkatan. "Karena itu, KSPI secara tegas menolak rencana ini," ujarnya.
Massa aksi yang tergabung dalam GSBI menggelar aksi di depan Kementerian Ketenagakerjaan,
Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu, 20 November 2019. Mereka juga menuntut pemerintah
membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. TEMPO/Hilman Fathurrahman W Menjawab
kekhawatiran sejumlah pihak seperti KSPI, Menaker Ida Fauziyah menjelaskan bahwa manfaat
bagi peserta tidak akan berkurang ketika iuran direlaksasi. Ida memastikan hak dan manfaat
bagi peserta tidak akan berubah sama sekali. "Tetap sebagaimana biasanya," kata dia. Ida
mengatakan bahwa PP 49 Tahun 2020 hanya memberikan relaksasi iuran, bukan relaksasi
manfaat ke peserta.
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai relaksasi ini tidak
akan membuat keuangan BP Jamsostek terganggu. Hal tersebut didasari pada data besarnya
jumlah dana kelolaan JKK sebesar Rp 34,92 triliun dan JKM sebesar Rp 12,86 triliun per 31 Maret
2020.
146