Page 279 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 02 OKTOBER 2020
P. 279

Dibuatnya surat tersebut karena adanya rencana aksi  mogok kerja  massal nasional sebagai
              bentuk penolakan terhadap pengesahan draf Omnibus Law  RUU Cipta Kerja  selama tiga hari,
              mulai 5-8 Oktober 2020 pada saat Sidang Paripurna DPR RI.



              BURUH ANCAM MOGOK KERJA NASIONAL, INI RESPONS KADIN

              Kamar Dagang dan Industri Indonesia (  Kadin  ) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor
              749/DP/IX/2020 mengenai  Mogok Kerja  Nasional serta surat arahan Nomor 748/DP/IX/2020.
              Surat edaran serta surat arahan tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani
              pada 30 September 2020.

              Dibuatnya surat tersebut karena adanya rencana aksi  mogok kerja  massal nasional sebagai
              bentuk penolakan terhadap pengesahan draf Omnibus Law  RUU Cipta Kerja  selama tiga hari,
              mulai 5-8 Oktober 2020 pada saat Sidang Paripurna DPR RI.

              Adapun isi surat tersebut berisi saran, imbauan, serta larangan berdasarkan dua undang-undang
              (UU) yang menjadi landasan Kadin. Pun Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta.

              "Seiring  dengan  UU  No.  6  Tahun  2018  tentang  Karantina  Kesehatan,  dalam  rangka  upaya
              penanggulangan dan penanganan pandemi Covid-19, Pemerintah Daerah DKI dalam Pasal 14
              Ayat  (1)  huruf  (a)  dan  (b)  dari  Pergub  No.  88  Tahun  2020  telah  mengatur  bahwa  "demi
              kesehatan  bersama,  masyarakat  umum  ataupun  karyawan  tidak  boleh  melakukan  kegiatan
              berkumpul/bergerombol di suatu tempat," isi dari SE tersebut pada poin 3, Kamis (1/10/2020).

              Namun, SE tersebut juga tertulis, mogok kerja boleh dilakukan asalkan terjadi perundingan yang
              gagal antara pemberi kerja dengan pekerja.

              Oleh sebab itu, mogok kerja massal yang akan dilakukan nanti dianggap tidak sah.

              "Pasal 137 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa mogok kerja
              sebagai hak dasar pekerja/  buruh  dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang dilakukan secara
              sah, tertib dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan," isi poin 1 dari SE tersebut.

              "Sebagai  pengejawantahan  UU  No.  13/2003  tentang  Ketenagakerjaan  telah  diterbitkan
              Kepmenakertrans No. 232/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah, dimana
              dalam  Pasal  3  menegaskan  bahwa  mogok  kerja  yang  dilakukan  bukan  akibat  gagalnya
              perundingan adalah tidak sah," lanjut SE itu.

              Kendati  demikian,  di  dalam  surat  arahan  Kadin  tertulis,  bagi  pekerja  atau  buruh  yang  tetap
              kekeuh  melaksanakan  aksi  mogok  kerja  massal  diingatkan  untuk  tetap  melakukan  protokol
              kesehatan Covid-19.

              "Menyarankan  kepada  seluruh  pekerja/buruh  di  perusahaan  masing-masing  untuk  mematuhi
              peraturan mengenai mogok kerja serta ketentuan tentang protokol kesehatan Covid-19," tulis
              Rosan.


              Selain  saran,  imbauan  serta  larangan,  dalam  SE  dan  surat  arahan  yang  dibuat  Rosan,  juga
              tertulis sanksi yang akan diberikan kepada pekerja atau buruh jika tetap mengikuti aksi mogok
              kerja nasional.

              Namun, sanksi yang akan dikenakan tersebut tak dijelaskan secara rinci di dalam dua surat yang
              dibuat.




                                                           278
   274   275   276   277   278   279   280   281   282   283   284