Page 259 - e- KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 AGUSTUS 2020
P. 259
di luar kantor. Contohnya saat pekerja makan bersama di kantin atau dalam perjalanan
berangkat ke kantor.
Saat pekerja berada di luar kantor, potensi mereka tertular dan membawa virus masuk ke
lingkungan kerja cukup tinggi. Apalagi jika perusahaan mengabaikan protokol kesehatan yang
telah diterapkan. "Risiko ini telah kami lihat. Makanya pemerintah mengatur protokol kesehatan
di perkantoran," ujarnya.
Penumpang menaiki KRL Commuterline di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Rabu sore, 5 Agustus
2020. Kepadatan penumpang di dalam gerbong kereta dikhawatirkan dapat melanggar protokol
kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. TEMPO/Hilman Fathurrahman W Risiko
penularan virus bakal lebih tinggi jika perusahaan menutup diri saat ditemukan karyawan mereka
yang terinfeksi. Dwi berharap kantor mau terbuka jika menemukan kasus di perusahaan. Dengan
keterbukaan itu, kata dia, pemerintah bisa melacak dengan baik dan cepat memutus rantai
penularan Covid-19 . "Tidak hanya di kantor, tapi juga di keluarga yang sakit." Kerja sama yang
baik antara perkantoran, Dinas Kesehatan dan Dinas Tenaga Kerja, menurut dia, bisa membantu
menyelamatkan nyawa pekerja yang menjadi aset perusahaan. "Keterbukaan dan protokol
kesehatan ini sekali lagi jangan diabaikan. Karena sudah banyak pekerja yang meninggal karena
terinfeksi Covid-19," ujarnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansah mengatakan
hingga hari ini masih banyak perusahaan yang menutup-nutupi temuan kasus di lingkup kerja.
Tindakan menutupi karyawan yang terinfeksi bakal merugikan perusahaan. "Sebab, virus bisa
menyebar ke karyawan lain tanpa diketahui. Kalau sejak dini dilaporkan pemerintah bisa
melakukan kontak tracing untuk memutus rantai penularan," ujarnya.
Andri mengatakan hingga 5 Agustus 2020, Dinas Tenaga Kerja telah menutup 31 perusahaan.
Sebanyak 24 perusahaan ditutup selama tiga hari karena ditemukan kasus penularan Covid-19.
"Tujuh sisanya ditutup karena melanggar protokol 50 persen kapasitas." Ia menuturkan
karyawan yang positif wajib menjalani isolasi mandiri di rumah selama 14 hari jika tidak
bergejala. Selain itu, perusahaan wajib melakukan pemeriksaan rapid test kepada seluruh
karyawan. "Bagi yang kontak dekat dengan pekerja yang positif kami sarankan langsung dites
swab." Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Achmad Yani melihat pengawasan terhadap
kepatuhan protokol kesehatan di perkantoran masih belum optimal. Sebabnya, jumlah pengawas
dari Dinas Tenaga Kerja DKI tidak berimbang dengan banyaknya perkantoran yang ada di
Jakarta.
Dinas Tenaga Kerja DKI hanya mempunyai puluhan tenaga pengawas. Sedangkan, jumlah
perkantoran di DKI lebih dari 78 ribu perusahaan. "Pengawasan jadi lemah, ini harus menjadi
perhatian," tegas Yani.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan pemerintah harus
fokus mengawasi perkantoran selama masa transisi ini. Alasannya, pekerja menjadi komunitas
yang rentan terpapar virus karena interaksi mereka dari mulai berangkat, masuk hingga pulang
kerja. "Setiap interaksi pasti meningkatkan risiko." Menurut dia, perusahaan juga perlu
meningkatkan pengawas pekerja saat masuk ke kantor atau lembaga. Caranya dengan
melakukan pengawasan ketat pegawai yang masuk kantor. Tri menyarankan perusahaan
menggelar rapid test atau uji usap untuk pengawasan internal mereka terhadap pegawai yang
masuk kerja. "Paling tidak dilakukan tes kesehatannya setiap sebulan atau dua bulan sekali
sebagai screening karyawan," ujarnya.
Selain itu, Tri menyarankan pemerintah menutup perkantoran di zona merah. Menurut dia,
karyawan yang bekerja di kawasan zona merah bakal lebih rentan tertular virus ini. "Kantornya
aman, tapi di luarnya zona merah itu kan jadi bahaya," ujarnya. "Karena saat istirahat banyak
karyawan keluar kantor dan kontak mereka dengan orang di luar itu yang berbahaya." Adapun
257