Page 97 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 AGUSTUS 2020
P. 97
"Presiden akan mendelegasikan kembali kewenangannya kepada kementerian dan lembaga
dengan Peraturan Pemerintah (PP)," ujar Bahlil, Rabu (12/8).
Bahlil bilang dengan cara ini semua perizinan berusaha di Indonesia akan punya standar yang
jelas dan jangka waktu yang terukur. Hal ini menjadi barang langka selama ini karena perizinan
berusaha harus diurus dalam waktu yang tidak jelas.
Bahlil menambahkan, perbaikan perizinan dalam berusaha ini diharapkan merjadi daya tarik bagi
investor asing yang berencana berinvestasi langsung atau Foreign Dircet Investment (FDI).
Menurut Bahlil banyak keuntungan yang bisa dipetik dari hasil FDI ini. Seperti meningkatnya
modal asing, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendidikan dan latihan, peningkatan
penelitian, pengembangan dan teknologi, peningkatan infrastruktur dan peningkatan pasar yang
lebih besar yang mendukung harga barang semakin murah.
"Inilah yang harus kita dorong, agar negara kita mendapatkan multiplier effects. Karena dana
yang ada di negara kita saja tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kita agar bisa
naik," ucap Bahlil.
Banyak sektor
Karena dianggap cukup krusial, tak mengherankan jika Badan Legislasi (Baleg) DPR
membutuhkan waktu panjang membahas soal perizinannya. Maklum, ada 79 Undang-Undang
(UU) sektoral yang di tiap UU, yang memiliki karakteristik perizinan berusaha masing-masing.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi menerangkan, bila saat ini Baleg DPR RI masih
membahas soal perizinan berusaha sektor kehutanan, setelah sebelumnya juga membahas hal
serupa untuk sektor kelautan. "Masih bahas soal perizinan berusaha kehutanan, terutama soal
lingkungan hidup," ujar Politikus asal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Perizinan berusaha menjadi aspek yang dibahas secara hati-hati oleh Panitia Kerja (Panja) RUU
Cipta Kerja. Pasalnya, jangan sampai aturan di sektor yang satu berlawanan dengan sektor
lainnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sejumlah kesempatan mengatakan,
pemerintah menargetkan agar peringkat Indonesia di Indeks Kemudahan Memulai Usaha atau
Ease of Doing Business (EoDB) yang dirilis World Bank atau Bank Dunia setiap tahunnya bisa
masuk 40 besar.
Hanya ssya, target yang diusung Jokowi sejak 2018 ini belum juga terealisasi hingga kini. Dalam
dua tahun terakhir, peringkat Indonesia justru stagnan di urutan 73 dari 178 negara.
Memang, perizinan berusaha merupakan satu dari sekian banyak indikator EoDB, namun hal ini
jadi yang utama untuk bisa diperbaiki.
Tak mengherankan bila program online single submision (OSS) telah meluncur sejak tahun lalu
dan terus diperbaiki operasionalnya. Bahkan, kini kendali OSS telah dipegang sepenuhnya oleh
BKPM sehingga perizinan satu pintu tetap jadi satu pintu.
Selama ini pemerintah sendiri telah membuat perizinan terpadu satu pintu (PTSP), namun
efektivitasnya tak memuaskan. Bahkan, sejumlah pelaku usaha mengkritik program PTSP karena
perizinannya satu pintu tapi dengan banyak jendela sehingga tetap menyulitkan.
Peringkat Kemudahan Memulai Usaha (Ease of Doing Business) Indonesia
Tahun Peringkat
96