Page 121 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 AGUSTUS 2020
P. 121
Peran yang sama dijalankan UMKM pada masa krisis finansial global yang dipicu kasus kredit
pemilikan rumah (KPR) yang tidak bankable (subprime mortgage) di AS.
Namun, peran serupa tidak bisa diemban UMKM saat pandemi Covid-19 menerjang. Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus
corona ternyata membuat UMKM tak bisa bergerak. Inilah yang membuat UMKM mengalami
tekanan sangat dalam.
"UMKM itu yang paling duluan hancur dan mayoritas terdampak. Pada 1998, UMKM masih unggul
karena orang masih bisa belanja. Tapi kan sekarang orang keluar saja tidak, sehingga UMKM
tidak bisa berjualan." tutur Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Corporate Social
Responsibility (CSR) dan Persaingan Usaha, Suryani S Motik kepada Investor Daily di Jakarta,
belum lama ini.
Pukulan yang dialami UMKM praktis menyebabkan perekonomian nasional limbung. Maklum,
sektor UMKM menyerap 97% tenaga kerja di Indonesia atau kurang lebih 115 juta orang. Selain
itu, UMKM berkontribusi sekitar 60% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Dalam konteks inilah Suryani terus mendorong para pelaku UMKM untuk memutar otak dan
beradaptasi agar bisa tetap eksis di tengah pandemi Covid-19. Mampu beradaptasi, berkreasi,
dan berinovasi secara cepat adalah kunci para pengusaha, termasuk pelaku UMKM, untuk
selamat dari amuk pandemi.
Satu hal yang tak kalah penting, UMKM harus terbiasa dengan teknologi, khususnya dalam
kegiatan perdagangan secara elektronik (e-commerce). 'Transformasi digital itu penting. Jualan
UKM itu sekarang juga harus bisa online," tegas Suryani.
Melek Digital
Suryani Motik mengakui, tak semua UMKM sudah melek digital, apalagi yang lahir pada era 1960-
1970. Alhasil, mereka butuh waktu untuk beradaptasi dengan teknologi. "Jadi, masalah pertama
yaitu persoalan budaya," ucap Suryani.
Masalah kedua adalah infrastruktur. Sebab, tidak sedikit pelaku UMKM yang tinggal di perdesaan
yang sulit mendapatkan akses internet. Oleh karena itu, pemerintah perlu juga memperhatikan
di daerah-daerah supaya memiliki infrastruktur yang memadai di bidang digitalisasi guna
membantu UMKM digital.
"Saya saja yang tinggal di pusat kota Jakarta, kalau webinar sering down, akses jelek, suara
terputus, itu masalah juga. Bayangkan UMKM yang jauh di pinggiran-pinggiran, tidak semua
akses internet bisa dijangkau mereka," ujar dia.
Ketiga, untuk bisa bertahan, mau tidak mau para pelaku UMKM harus bisa beradaptasi dan
melihat kondisi sekitar guna mencari peluang yang ada. Yang terpenting adalah adanya kemauan
dari para pelaku UMKM untuk belajar mengembangkan usahanya.
"UMKM harus agile. Selain harus punya kemampuan beradaptasi dan melihat kondisi sekitar,
UMKM harus punya kemauan. Kalau tidak mau, ya mereka tidak bisa survive, karena ke depan
penjualan-pen-jualan lewat perantara sudah terpotong berkat teknologi," papar Suryani.
Menurut Suryani Motik, saat makan di restoran atau di luar rumah, konsumen bukan semata
ingin menikmati makanannya, tapi juga ingin membeli suasana. Dengan ditutupnya aktivitas
bisnis akibat pandemi Covid-19, kegiatan bisnis praktis stagnan.
120