Page 122 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 AGUSTUS 2020
P. 122
Berbeda dengan ketika terjadi insiden Bom Bali, di mana sejumlah hotel di Bali masih
mendapatkan pelanggannya. Kini, gara-gara virus yang tak terlihat, bisnis hotel pun tutup selama
masa PSBB. "Musuhnya sekarang tidak kelihatan, virusnya tidak terlihat," tandas Suryani.
Yang masih bisa bertahan di tengah pandemi, kata Suryani Motik, hanya beberapa sektor, seperti
telekomunikasi, farmasi, teknologi informasi (TI), dan pangan.
"Hanya sebagian UMKM yang sudah terhubung dengan marketplace untuk berjualan secara
daring. Mayoritas pelaku UMKM masih terk-endala akses teknologi dan edukasi," tutur dia.
Jaga Supply dan Demand
Suryani Motik mengungkapkan, secara umum, dampak paling krusial selama pandemi adalah
terganggunya pasokan bahan baku. Apalagi mayoritas bahan baku di Indonesia masih impor. Di
sisi lain, logistik ikut tersendat akibat adanya penutupan akses (lockdoum) di beberapa negara
penyedia bahan baku, meski saat ini logistik sudah berjalan kembali.
Dampak lain yang dirasakan dunia usaha selama pandemi adalah terhambatnya kegiatan
produksi. Pabrik atau perusahaan mau tidak mau harus menyesuaikan jumlah pekerjanya akibat
adanya peraturan bekerja dari rumah (work front home/WFH).
"Pekerja tidak bisa datang, karena tidak semua pabrik mendapat izin operasional, apalagi waktu
PSBB. Ada juga yang sama sekali tidak boleh ke kantor selama dua bulan, atau yang ke kantor
hanya 50%-nya. Jadi, pengeluaran sama, tapi produksinya setengah,"ucap dia.
Masalah lainnya, menurut Suryani, adalah tidak adanya permintaan (<demand) akibat lemahnya
daya beli. Ketika selesai diproduksi, barang tidak bisa diserap karena daya beli masyarakat
tergerus.
"Banyak perkantoran melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena tidak mampu lagi
menanggung beban operasional selama pandemi Covid-19. Terlebih tidak ada yang membeli
barang setelah diproduksi," kata dia.
Jangan Diskriminasi
Suryani juga meminta pemerintah tidak membeda-bedakan segmen usaha. Meskipun pandemi
sangat berdampak pada segmen UMKM, pemerintah harus memperhatikan segmen korporasi,
khususnya sektor padat karya.
"Yang harus diantisipasi adalah isu mengenai korporasi. Kalau korporasi terkena dampak,
lapangan kerja juga akan terdampak. Itu bisa jadi masalah," tegas dia.
Suryani Motik mengemukakan, pemerintah telah menyiapkan stimulus bagi korporasi yang
membutuhkan kredit modal kerja tambahan untuk memulai kembali usahanya setelah masa netv
normal. Namun, karena korporasi sudah terdampak, perbankan enggan memberikan kredit
modal kerja karena cukup berisiko. Kondisi itu sungguh dilematis.
Itu sebabnya, Kadin Indonesia terus mendorong supaya pemerintah memberikan program
penjaminan kredit modal kerja kepada korporasi swasta "Syukurlah suara Kadin didengar
pemerintah. Kementerian Keuangan telah memberikan stimulus berupa penjaminan kredit modal
kerja baru kepada segmen korporasi," ujar dia.
Suryani berharap perbankan tidak sungkan memberikan kredit modal kerja kepada korporasi,
khususnya perusahaan padat karya, setelah pemerintah memberikan penjaminan kredit melalui
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
(Persero)/PT PII bagi debitur korporasi dengan plafon Rp 10 miliar hingga Rp 1 triliun.
121