Page 27 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 27
"Tapi tentu ini tidak bisa lama, kalau diteruskan seperti itu keuangan negara kita akan habis,"
kata Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM ini.
Dalam situasi krisis saat ini, kata Tadjuddin, tidak ada cara lain, kecuali mendatangkan investasi
untuk kembali memulihkan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air yang nantinya juga berimplikasi
pada aspek ketenagakerjaan.
Untuk mendatangkan investasi, menurut dia, UU Cipta Kerja yang sebelumnya masih dalam
proses harus segera dirampungkan karena UU Ketenagakerjaan Tahun 2013 tidak ramah
investor.
Apabila UU Ketenagakerjan yang lama tetap dipakai, Tadjuddin meyakini tidak akan ada investor
yang mau datang ke Indonesia. Jika demildan, pertumbuhan ekonomi di tengah situasi pandemi
akan terus minus.
"Padahal untuk menciptakan peluang kerja, pertumbuhan ekonomi harus di atas 5 persen. Kalau
pertumbuhan saitu persen hanya bisa menciptakan 200 ribu peluang kerja per tahun,' dan jika
lima persen maka membuka peluang satu juta per tahun," kata dia.
Dia mengatakan UU Cipta Kerja 'merupakan payung hukum. Dalam penerapannya, masih
membutuhkan aturan turunan mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) hingga Peraturan Menteri
(Permen).
Tadjuddin menyayangkan banyak pihak yang tidak memahami secara menyeluruh mengenai
substansi UU Cipta Kerja beserta tujuannya. Apalagi, penjelasan yang terlanjur beredar di
masyarakat justru diwarnai disinformasi atau hoaks.
Dosen Fisipol UGM ini berharap pemerintah dapat lebih baik dalam mengomunikasikan ihwal UU
Cipta Kerja ini kepada publik. "Seperti penghapusan cuti hamil, dan lainnya itu hoaks karena
belum ada. Kalau tidak ada tanda tangan presiden maka itu hoaks. Enggak akan mungkinlah
buat UU hanya untuk mencelakakan warganya," kata Tadjuddin.
Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Padjadjaran Profesor- Romli Atmasasmita menilai
Omnibus Law UU Cipta Kerja mencegah potensi korupsi di birokrasi yang terlihat dari upaya
undang-undang tersebut memangkas perizinan berinvestasi.
Selama ini pengusaha selalu disulitkan dengan banyaknya meja birokrasi yang harus dilalui saat
akan membuka usaha dan tiap meja perizinan tersebut juga membuka peluang tindakan korupsi.
"Kalau birokrasi penuh suap ini tidak dibasmi, investasi apa pun tidak akan mau. Presiden Jokowi
ke luar negeri buat cari investor juga bakalan percuma. Karena meja birokrasi yang panjang
rentan maladministrasi, korupsi, dan suap," kata Romli dalam pernyataannya, di Jakarta, Minggu.
Dalam UU Cipta Kerja, menurut Romli, prosedur yang panjang tersebut telah disederhanakan
sehingga peluang bagi pejabat maupun birokrat nakal akan sulit dilakukan. Hal tersebut, kata
dia, membuat sejumlah pihak gusar sehingga melakukan penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
Dia menyebutkan selama ini banyak pembangunan terkendala akibat ulah segelintir orang yang
terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Romli menduga itu
yang menjadi latar belakang mengapa akhirnya proses perizinan dipangkas dan dipercepat.
"Sekarang, kalau ada proyek pembangunan sedang berjalan, terus tiba tiba ada pejabat atau
birokrat ketangkap. Kan proyeknya berhenti. Padahal, nilai investasinya besar. Proyek itu
berhenti cuma gara-gara segelintir orang korupsi," katanya.
Namun, Romli mengingatkan bahwa pemusatan perizinan itu tetap harus mendapatkan
pengawasan yang ketat.
26