Page 299 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 299
Cuti semisal cuti hamil, cuti haid dan cuti reguler masih bisa didapat karyawan sesuai dengan
UU Ketengakerjaan.
Dalam draf UU Cipta Kerja memang tidak diatur mengenai penghapusan berbagai jenis cuti
seperti yang disebutkan Presiden Jokowi.
Namun ada perubahan aturan terkait cuti panjang.
Dalam Pasal 79 ayat (2) huruf d UU Ketenagakerjaan, ada aturan perusahaan tertentu
memberikan hak cuti atau istirahat panjang sekurang-kurangnya dua bulan saat karyawan
bekerja pada tahun ketujuh dan kedelapan.
Dalam UU Cipta Kerja, ketentuan itu direvisi. Hanya disebutkan bahwa perusahaan tertentu
dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
"Dalam Omnibus Law, pasal yang mengatur mengenai cuti panjang diubah, sehingga cuti
panjang bukan lagi kewajiban pengusaha," kata Said Iqbal.
Presiden Jokowi juga membantah UU Cipta Kerja yang memungkinkan perusahaan untuk
melakukan pemecatan sepihak Apabila membandingkan UU Cipta Kerja dengan UU tentang
Ketenagakerjaan, maka ada sejumlah aturan yang berubah terkait PHK.
Pasal 161 UU Ketenagakerjaan mengatur, pengusaha dapat melakukan PHK jika pekerja
melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur di perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
PHK baru bisa diberlakukan setelah pekerja diberikan surat peringatan hingga tiga kali secara
berturut-turut.
Pasal tersebut dihapus melalui UU Cipta Kerja.
Sebagai gantinya, dalam UU Cipta Kerja ditambahkan pasal 154A huruf j yang mengatur hal
serupa. Tapi ketentuan mengenai surat peringatan tiga kali berturut- turut tak lagi tercantum
dalam ketentuan baru itu.
Lalu, pasal 155 UU Ketenagakerjaan juga dihapus melalui UU Cipta Kerja.
Pasal itu mengatur PHK yang dilakukan tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial batal demi hukum.
Pasal itu juga mengatur perusahaan bisa melakukan skorsing terhadap pekerja yang masih
dalam proses PHK, namun tetap tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa
diterima pekerja Kemudian, ada penambahan sejumlah pasal tambahan terkait PHK dalam UU
Cipta Kerja yang sebelumnya tak ada di UU Ketenagakerjaan.
Salah satunya penambahan Pasal 154 A ayat 1 huruf (b) yang mengatur, perusahaan dapat
melakukan PHK atas alasan efesiensi.
"Dengan pasal ini, bisa saja perusahaan itu melakukan PHK dengan alasan efisiensi meskipun
sedang untung besar," kata Said Iqbal.
Presiden Jokowi membantah bahwa UU Cipta Kerja menghilangkan kewajiban perusahaan untuk
mengantongi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan.
Kata dia, Amdal tetap harus dipenuhi oleh industri besar. Sementara untuk UMKM, lebih
ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.
298