Page 619 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 619

Bahkan, kebiasaan tersebut juga sejalan dengan Pasal 163 huruf c dan e Peraturan DPR No. 1
              Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
              Ketentuan  tersebut  menyebutkan pada  pengambilan  keputusan  tingkat I  terdapat  ada  acara
              pembacaan naskah akhir rancangan undang-undang dan penandatanganan naskah rancangan
              undang-undang.

              Sementara dari segi substansi, Wakil Ketua MPR RI itu menuturkan banyak substansi dalam RUU
              itu yang bermasalah, terutama terkait isu investasi asing yang seakan menjadi fokus utama RUU
              ini.

              "Masalah  investasi di  Indonesia  sebenarnya  bukan  soal  perubahan  regulasi,  tetapi  mengenai
              merajalelanya KKN dan inefisiensi birokrasi. Itu seharusnya jadi prioritas yang difokuskan oleh
              Pemerintah," kata dia.

              HNW menilai RUU ini sangat condong kepada investasi asing dan banyak merugikan kepentingan
              kaum pekerja dari warga negara Indonesia, terutama para pekerja atau buruh.

              "RUU ini tidak melaksanakan perintah pembukaan UUD NRI 1945, agar negara memprioritaskan
              melindungi tumpah darah Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia," imbuhnya.

              Tak  hanya  itu,  RUU  Cipta  Kerja  ini  dinilai  HNW  tidak  memberikan  kepastian  hukum  sebagai
              bagian dari prinsip negara hukum yang dijamin oleh UUD NRI 1945.

              Karena awalnya RUU ini dihadirkan untuk memberikan kepastian hukum dan menyederhanakan
              peraturan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

              "Tetapi disayangkan sekali, RUU tersebut tidak sesuai dengan tujuannya, karena RUU ini justru
              mengamanatkan banyak ketentuannya untuk diatur dalam peraturan pemerintah (PP), sehingga
              membuat  peraturan  tidak  menjadi  sederhana,  dan  penuh  spekulasi  politik,  kata  putusnya
              tergantung  kepada  pemeintah  pemilik  kekuasaan  politik.  Suatu  hal  yang  tak  sesuai  dengan
              prinsip Negara Hukum di Negara demokratis seperti Indonesia," jelasnya.

              Dia menyayangkan meski banyak penolakan dari berbagai elemen namun RUU tersebut tetap
              disahkan menjadi UU. Apalagi hingga saat rapat paripurna selesai, bahkan hingga saat ini, belum
              ada naskah  UU Cipta Kerja  resmi yang disampaikan ke fraksi-fraksi dan ke publik.

              Hal ini, menurutnya mengkhawatirkan dan akan menambah persoalan karena ada potensi bahwa
              draft akhir RUU tersebut berbeda dengan yang disepakati di Panja.

              Karenanya, dia mendukung bila Presiden Jokowi mempertimbangkan serius masalah ini di tengah
              kondisi darurat kesehatan akibat pandemi Covid-19.

              Menurutnya sangat bijak bila Presiden Jokowi mempergunakan kewenangan konstitusionalnya
              untuk  mengakhiri  polemik  dan  menyelamatkan  bangsa  dan  negara  dari  kegaduhan,  dengan
              segera  menerbitkan  Perppu  mencabut  Omnibus  Law  RUU  Cipta  Kerja,  agar  semuanya
              dikembalikan ke UU existing saja.

              "Apabila langkah itu tidak diambil Presiden Jokowi, HNW mendukung bila warga Indonesia baik
              dari Sarikat Pekerja/Organisasi Buruh, organisasi Profesi, LSM, Ormas maupun individu yang
              dirugikan  oleh  diundangkannya    UU  Cipta  Kerja    itu,  untuk  mempergunakan  hak
              konstitusionalnya dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Dan hendaknya
              MK betul-betul melaksanakan kewajibannya dengan adil dan benar, demi terselamatkannya NKRI
              sebagai negara Pancasila dan negara Hukum," tandasnya.





                                                           618
   614   615   616   617   618   619   620   621   622   623   624