Page 234 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 234

menilai narasi Presiden Jokowi silakan menggugat ke MK pada satu sisi benar. Namun, jika tidak
              disikapi dengan hati-hati bisa mengundang kesalahpahaman dan ketidaksesuaian. ''Yang akan
              digugat ke MK itu harus jelas pasal yang mau dipermasalahkan. Kalaupun dikabulkan, maka yang
              akan dibatalkan MK hanya pasal yang digugat sementara pasal yang lain aman. Jika pasal yang
              digugat dan dibatalkan MK sangat krusial dalam maka ada peluang bagi MK untuk membatalkan
              UU CK secara keseluruhan. Mengingat UU bicara tentang banyak bidang maka tampaknya tidak
              akan ada satu pasal pun yang sangat krusial yang dapat membatalkannya,'' papar Nadirsyah.

              Dalam pandangannya, narasi silakan gugat ke MK hanya terbatas pada pasal yang dianggap
              bermasalah.  Ini  membutuhkan  usaha  ekstra  untuk  menggugat  per  bidang  dan  per  pasal.
              Menurutnya  perlu  kerja  sama  semua  pihak  terkait  antara  lain  akademisi,  tokoh  masyarakat,
              ormas, dan rakyat yang hendak melakukan uji materi ke MK. Ia mengatakan memang semua
              pasal bisa digugat ke MK, sepanjang didalilkan bertentangan dengan UUD 1945. Hanya saja,
              menentukan pasal dalam konstitusi untuk dasar gugatannya bukan perkara mudah. Kadang kala
              norma  hukum  dalam  UU  yang  bersifat  teknis  kebijakan  cenderung  susah  digugat  karena
              ketiadaan pasal cantolan di UUD 1945 yang bisa dijadikan argumen.

              Keraguan  Publik  Sementara  itu  Direktur  Sinergi Masyarakat  untuk  Demokrasi  Indonesia  Said
              Salahudin menyoroti terkait keraguan publik terhadap rencana pengujian undang-undang atau
              judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dirinya mencatat, setidak-tidaknya ada dua
              alasan  keraguan  publik  pada  lembaga  MK  dalam  menguji  UU  Cipta  Kerja.  Pertama,  terkait
              kredibilitas hakim MK. "Ada pula argumen yang mengaitkan dengan proses pengisian jabatan
              Hakim MK yang dipilih oleh DPR dan Presiden sebagai pembentuk UU Cipta Kerja. Hal tersebut
              menyebabkan masyarakat ragu MK dapat bersikap objektif dalam memutus JR omnibus law,"
              ucapnya.


              Sementara Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan bahwa
              pihaknya tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Cipta Kerja. Sikap ini sejalan
              dengan  komitmen  kaum  buruh,  yang  hingga  saat  ini  menolak  omnibus  law  UU  Cipta  Kerja,
              khususnya klaster ketenagakerjaan. Ada 4 (emp a t ) langkah yang akan dilakukan buruh dalam
              menolak UU Cipta Kerja. Pertama, akan mempersiapkan aksi lanjutan secara terukur terarah dan
              konstitusional,  baik  di  daerah  maupun  aksi  secara  nasional.  Kedua,  mempersiapkan  ke
              Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan uji materiil. Ketiga, meminta legislatif review ke DPR
              RI dan eksekutif review ke Pemerintah. Keempat, melakukan sosialisasi atau kampanye tentang
              isi dan alasan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan oleh
              buruh. Sementara itu Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menyebut hingga
              saat ini sudah ada tiga gugatan baik formil maupun uji materiil terhadap UU Cipta Kerja yang
              didaftarkan  ke  MK.  Semuanya,  menurut  Fajar  akan  segera  diproses  sebagaimana  gugatan
              lainnya  yang  sama-sama  didaftarkan  ke  MK.  Menurutnya,  tak  ada  persiapan  khusus  yang
              dilakukan baik Hakim Konstitusi maupun seluruh jajaran pegawai MK dalam menangani perkara
              ini. Semuanya akan diproses sesuai prosedur yang berlaku. Pun, jika nantinya semakin banyak
              gugatan masyarakat atas UU Cipta Kerja, Fajar memastikan MK akan siap. ''MK siap memproses
              sesuai  ketentuan  kapanpun  dan  berapapun  permohonan  yang  diajukan.  Itu  memang  sudah
              menjadi tugas konstitusional MK," kata Fajar di Jakarta, Jumat (16/10).

              Fajar memastikan meskipun UU Cipta Kerja belum ditandatangani dan belum memiliki nomor,
              semua gugatan yang sudah masuk, secara teknis administratif penerimaan akan tetap dilakukan.
              Soal  penilaian  hukum  terhadap  permohonan  itu  merupakan  kewenangan  Majelis  Hakim
                                                           233
   229   230   231   232   233   234   235   236   237   238   239