Page 239 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 239
legislasi, mulai perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan telah
memicu kontroversi dan kritik dari banyak elemen masyarakat. Baik terkait prosesnya yang
minim partisipasi publik dan tidak melibatkan unsur tripartit sejak awal penyusunan, maupun
isinya yang hanya menguntungkan kelompok pengusaha dan merugikan rakyat. "Kedua juga
nyata telah terjadi penolakan baik saat masih RUU maupun setelah pengesahan UU Cipta Kerja,
yang semakin meluas dari berbagai elemen masyarakat. Secara umum kami menilai bahwa UU
Cipta Kerja hanya mementingkan kelompok pengusaha dan merugikan rakyat," kata Mirah.
Hal lainnya adalah pengesahan UU CK dilakukan secara terburu-buru dan dipaksakan. Bahkan
ketika pengesahan, anggota DPR tidak menerima naskah UU CK yang disahkan. Kemudian proses
penyusunan dan pengesahan UU CK, termasuk berbagai penolakan dari masyarakat, telah
menjadi sorotan dunia internasional.
Akibat minimnya keterlibatan publik dalam penyusunan hingga pembahasan itu membuat
asosiasi pekerja internasional ikut menyoroti UU tersebut. Council of Global Unions yang terdiri
dari International Trade Union Confederation (ITUC), UNI Global Union, IndustriAll, BWI, ITF,
EI, IFJ, IUF, PSI selaku konfederasi dan federasi serikat pekerja tingkat dunia, bersama federasi
serikat pekerja internasional dan organisasi serikat pekerja dari berbagai negara, antara lain
Japanese Trade Union Confederation (JTUC-Rengo), Central Autonoma de Trabajadores del
Peru, FNV Netherlands, Memur-Sen Turky, juga sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko
Widodo.
Dikatakan Mirah bahwa inti surat tersebut adalah menyerukan kepada pemerintah Indonesia
untuk mencabut Omnibus Law UU CK, karena menimbulkan ancaman bagi proses demokrasi,
serta menempatkan kepentingan dan tuntutan investor asing di atas kepentingan pekerja,
komunitas dan lingkungan. Organisasi serikat pekerja internasional juga prihatin bahwa prosedur
dan substansi Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak sejalan dengan hak asasi manusia di Indonesia,
dan hukum hak asasi manusia internasional. "Beberapa catatan itu tentunya harus menjadi
perhatian Presiden, agar upaya pemulihan ekonomi khususnya di masa pandemi dapat menjadi
lebih prioritas," pungkasnya.
238