Page 325 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 325

pembentukan peraturan perundang-undangan (khususnya pembentukan UU) sejak Indonesia
              merdeka, baru kali ini pembentukan suatu undang-undang menggunakan metode omnibus law,"
              ucap pria berkaca mata kelahiran Denpasar, 13 Januari 1957 ini.

              Delapan hari setelah pengesahan, terjadi protes besar menentang omnibus law setidaknya di 18
              provinsi. Ribuan pendemo ditangkap, terluka, dan ditahan. Terjadi kekerasan terhadap jurnalis
              hingga paramedis yang menjalankan tugas.

              Bersamaan  dengan  itu,  muncul  empat  versi  draf  undang-undang  Cipta  Kerja.  Versi  draf  itu
              masing-masing setebal 905 halaman (beredar 5 Oktober); 1.052 halaman (beredar 9 Oktober);
              1.035 halaman (beredar 12 Oktober pagi); 812 halaman (beredar 12 Oktober malam). Dokumen
              812 halaman ini diakui sebagai draf resmi dan final.

              Rabu (14/10/2020), DPR secara resmi menyerahkan naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman
              kepada Presiden Joko Widodo. Sejumlah kalangan berencana mengajukan uji formal---bukan
              sekadar uji materiel, terhadap UU Cipta Kerja.
              Bagaimana Gde menanggapi hal tersebut? Berikut kutipan obrolannya pada Jumat (16/10/2020)
              bersama Wartawan HU Pikiran Rakyat, Endah Asih.

              Saat ini, banyak kesimpangsiuran di kalangan masyarakat mengenai UU Cipta Kerja. Menurut
              Anda, apa hal terpenting yang harus diluruskan?

              Ketika masih berbentuk draf atau RUU, namanya adalah RUU Cipta Lapangan Kerja. Nama ini
              kemudian  berubah  menjadi  RUU  Cipta  Kerja.  Metode  omnibus  law  digunakan  dalam
              pembentukan RUU Cipta Kerja sehingga banyak dijumpai klausul perubahan (bahkan pencabutan
              ataupun penghapusan) pasal-pasal yang ada dalam berbagai UU terkait (ada 77 UU terkait yang
              pasal-pasalnya diubah dan dihapus oleh RUU Cipta Kerja).

              Hal  tersebut  tak  pelak  menimbulkan  reaksi,  tanggapan,  komentar,  dan  pendapat  beragam,
              khususnya dari kalangan akademisi yang menganut positivisme karena menilai UU Cipta Kerja
              bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
              undangan yang memang tidak mengenal dan mengakui metode omnibus law. Demikian pula
              komentar,  tanggapan,  balikan  penolakan  banyak  kalangan  (khususnya  buruh  atau  pekerja)
              terhadap  klaster yang  ada  di  dalam  UU  Cipta  Kerja,  sesuai  dengan  kepentingannya  masing-
              masing,  tanpa  memahami  esensi,  maksud,  dan  tujuan  pembentukan  UU  Cipta  Kerja  secara
              komprehensif.

              Apa yang menyebabkan hal itu?

              Kurang  maksimalnya  partisipasi  pihak-pihak  yang  berkepentingan  sewaktu  penyusunan  dan
              pembahasan  UU  Cipta  Kerja,  serta  relatif  minimnya  komunikasi  yang  terbangun  guna
              menyosialisasikan esensi, maksud, dan tujuan pembentukan UU Cipta Kerja. Secara apriori, hal
              itu menimbulkan reaksi penolakan dengan beragam konten dan kepentingan yang menyertainya.
              Terlebih  lagi,  dengan  beredarnya  berbagai  versi  draf  UU  Cipta  Kerja  pascapersetujuan  DPR,
              menimbulkan pertanyaan besar dan kecurigaan di benak banyak kalangan akan adanya sesuatu
              yang tidak beres dalam UU Cipta kerja , yang bukan sekadar persoalan teknis, administratif,
              maupun redaksional sifatnya.

              Bagaimana keabsahannya dari sudut pandang hukum tata negara ketika masih terjadi"otak-atik"
              draf  UU  Cipta  Kerja  yang  dikatakan  sudah  final?  Apalagi,  merujuk  pada  Tata  Tertib  DPR,
              penyerahan naskah tersebut kepada presiden dinilai terlambat satu hari?

              Sebelum disetujui dalam Sidang Paripurna DPR, draf UU Cipta Kerja yang sudah final (sebagai
              hasil kerja Panja DPR) itu sudah harus diberikan dan dimiliki oleh anggota DPR Demikian pula,
              sesudah Sidang Paripurna DPR (dan belum disampaikan ke presiden), Draf UU Cipta Kerja yang
                                                           324
   320   321   322   323   324   325   326   327   328   329   330