Page 326 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 326
sudah final itu, dengan alasan apa pun, tidak boleh diubah atau diotak-atik lagi. Bahwa dalam
kenyataannya hal itu terjadi, bisa dijadikan pintu masuk untuk mengajukan permohonan
pengujian secara formal ke Mahkamah Konstitusi, untuk menilai keabsahan UU Cipta Kerja dari
segi pembentukannya.
Bagaimana kalangan ahli hukum menelaah naskah terbaru tersebut untuk dibandingkan dengan
naskah versi sebelumnya?
Persoalan ini lebih terletak pada kontrol terhadap draf UU yang sudah disetujui oleh DPR, yang
memang sampai sekarang tidak ada jaminan bahwa setiap UU yang sudah disetujui DPR (dan
belum disampaikan ke Presiden) tidak akan diotak-atik. Draf tersebut tidak boleh lagi diubah,
dalam arti ditambah atau dikurangi pasal-pasal dan ayat ayatnya dengan alasan apa pun, untuk
menepis kesan dan dugaan terjadinya transaksi jual-beli pasal dan ayat. Karena itu, untuk
mencegah terjadi dan terulangnya kembali hal yang demikian, perlu ada regulasi yang mengatur
tentang mekanisme kontrol yang disertai dengan sanksi (pidana) karena menyangkut
kepentingan banyak orang yang dipertaruhkan lewat praktik transaksi jual beli pasal dan ayat.
Secara umum, bagaimana Anda menilai UU Cipta Kerja dan implikasinya?
Secara umum dan mendasar, tanpa berpihak pada kepentingan buruh, pengusaha, atau
kepentingan siapa pun dan dari pihak mana pun, ada tiga hal yang ingin saya sampaikan.
Pertama, UU Cipta Kerja yang dibuat dengan menggunakan metode omnibus law memiliki
karakter berbeda dengan pembentukan UU pada umumnya. Kalau pembentukan UU pada
umumnya hanya fokus mengatur satu objek tertentu, maka dalam UU Cipta Kerja memuat
pengaturan lebih dari satu objek yang bersifat lintas sektoral atau multisektor, dengan
pendekatan multidisipliner yang berintikan ilmu hukum dan ilmu ekonomi, atau hukum ekonomi
yang dilandasi oleh prinsip keseimbangan, maksimisasi, dan efisiensi untuk mencapai tujuan
kepastian (hukum) dan keadilan, di antaranya sinergitas hukum dan ekonomi terkait dengan
investasi, pertanahan, tenaga kerja , pajak, perizinan, dan lain-lain, sebagaimana tampak dalam
bentuk klaster-klaster yang ada dalam UU Cipta Kerja.
Kedua, UU ini, sesuai dengan namanya yaitu Cipta Kerja, dimaksudkan sebagai upaya penciptaan
lapangan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan koperasi dan
usaha mikro, kecil, dan menengah; peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha,
dan investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional. Tujuannya,
memperluas kesempatan dan lapangan kerja untuk mengatasi pengangguran yang semakin
meningkat, sehubungan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Perluasan lapangan
kerja, memerlukan dukungan dunia usaha melalui pembukaan investasi atau mengundang
investor seluas-luasnya.
Maksud dan tujuan tersebut terkendala oleh "belantara", obesitas, atau sebegitu banyaknya
undang-undang sektoral (79 UU) yang dinilai tidak mendukung maksud dan tujuan tersebut
Serta, dihadapkan oleh masih buruknya kinerja aparatur birokrasi, yang diperparah oleh perilaku
rentseeker dari oknum birokrat berupa suap, gratifikasi, dan korupsi, terutama berkaitan dengan
permasalahan perizinan berusaha, berinvestasi, dan sebagainya. Semua kendala tersebut
dipangkas, diterobos, dan dibenahi dalam UU Cipta Kerja.
Ketiga, UU Cipta Kerja menjamin adanya perlindungan terhadap usaha mikro, kedi, dan
menengah, perlindungan terhadap lingkungan, terhadap kepentingan buruh, pengusaha, dan
pihak lain yang terkait, serta keseimbangan hubungan antara pusat dan daerah, serta
keseimbangan hubungan antar kementerian dan lembaga terkait.
Implikasinya terhadap buruh?
325