Page 446 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 446
Airlangga sebagai orang Presiden Joko Widodo, pencetus beleid ini, belakangan memang giat
menepis anggapan bila aturan yang sering disebut aturan sapu jagat ini hanya menghamba
kepada pihak pemilik modal.
Ia juga meyakinkan, bahwa hak-hak pekerja tidak akan direduksi karena lahirnya undang-
undang sapu jagat alias tminibus law.
Kepada wartawan Gatra Flora Libra Yanti dan M. Guruh Nuary serta pewarta foto Adi Wijaya,
Airlangga meluruskan berbagai hal yang terlanjur dianggap publik bisa merugikan pekerja,
lingkungan, dan hanya berpihak kepada investor. Petikannya:
UU Ciptaker disebut titipan pengusaha, tanggapan Anda?
UU ini disiapkan pada Desember sampai Januari lalu, pandemi Covid-19 belum masuk ke
Indonesia. Setelah pandemi pada Maret, justru semakin penting lagi UU ini karena jumlah
mereka yang terkena PHK selama pandemi ada 2,1 juta orang, ditambah yang dirumahkan ada
1,4 juta orang, jadi total ada 3,5 juta orang.
Maka jumlah keseluruhan mereka yang membutuhkan lapangan pekerjaan ada 13,3 juta orang.
UU ini menjadi penting untuk mendorong terciptanya lapangan pekerjaan. Di samping itu juga
mempermudah orang untuk berwiraswasta. Jadi ada dua yang disediakan untuk mereka yang
akan masuk lapangan kerja: kerja di perusahaan dan menjadi wiraswasta. UU ini mempermudah
mereka yang mau berwiraswasta. Ilanya butuh pendaftaran, jadi tidak perlu perizinan yang
berbelit-belit.
Benarkah penyusunannya tidak melibatkan unsur pekerja/buruh sejak awal?
Kita bicara soal taskforce dan sosialisasi. Sosialisasi tentu harus melibatkan dunia usaha. Kita
tahu bahwa dari paket (16 Paket Kebijakan Ekonomi era Jokowi periode pertama ---Red.)
sebelumnya itu kan ada beberapa yang tidak operasional. Formulasi itu tidak optimal karena
tidak melibatkan pelaku usaha.
Nah, Ciptaker ini tujuannya operasionalisasi. Jadi [penyusunannya] harus melibatkan
stakebolder, apakah dia pengusaha, UMKM, akademisi, termasuk tenaga kerja profesional, dan
termasuk tenaga kerja lainnya.
Apakah pemerintah kurang sosialisasi soal omnibus law, sehingga banyak hoaks muncul?
UU ini sudah disosialisasikan sejak bani dibuat. Khusus klaster Ketenagakerjaan, sebetulnya
sudah ada pembahasan terkait UU Ketenagakerjaan sebelumnya, dan itu sudah melibatkan
serikat pekerja. Jadi ini bukan persoalan yang belum pernah dilakukan sama sekali.
Terkait dengan isi UU, sudah dibahas lebih dari 60 kali di DPR. Baik itu dalam fraksi dengan
mengundang SP ataukah sering kita sebut RDPU (rapat dengar pendapat umum) yang berproses
di DPR. Kemudian juga mulai sidang-sidang, sampai ke Panja, kemudian peran Panja ke raker di
tingkat I, itu seluruhnya diliput oleh media. Rapat-rapat itu terbuka dan bisa diakses melalui
YouTube.
Banyak kritik menilai pasal-pasalnya cenderung mengeksploitasi buruh. Begitu pula terkait tawar-
menawar kelipatan pesangon. Tanggapan Anda?
Saya tanya eksploitasinya di mana? Apa memang ada pasal yang mengatakan demikian?
Terkait dengan perjanjian kerja waktu tertenm (PKWT), misalnya, itu justru untuk pertama kali
di UU, jelas bahwa PKWT di perusahaan
445