Page 494 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 494

Bivitri menyampaikan demikian lantaran UU yang disahkan Paripurna DPR pada Senin, 5 Oktober
              2020,  tak  hanya  bermasalah  secara  substansi.  Namun,  juga  bermasalah  secara  prosedural
              pembentukannya.



              PAKAR DORONG UJI FORMIL UU CIPTAKER: PROSESNYA KACAU, BISA
              DIBATALKAN

              Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menjelaskan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja
              atau  UU  Ciptaker  penuhi  syarat  untuk  digugat  ke  Mahkamah  Konstitusi  (MK).  Baik  melalui
              pengajuan uji formil maupun uji materiil.

              Bivitri menyampaikan demikian lantaran UU yang disahkan Paripurna DPR pada Senin, 5 Oktober
              2020,  tak  hanya  bermasalah  secara  substansi.  Namun,  juga  bermasalah  secara  prosedural
              pembentukannya.

              "Iya sudah cukup alasan ajukanjudicial review," kata Bivitri, Jumat, 16 Oktober 2020.

              Bivitri  mengatakan,  siapa  pun  bisa  mengajukan  gugatan  UU  Ciptaker  ke  MK  sepanjang  bisa
              membuktikan adanya kerugian konstitusional. Menurut dia, siapa pun yang dimaksud ini bisa
              orang per orang atau organisasi.

              Dia pun menjelaskan, jika mengajukan uji materiil, pihak pemohon harus membeberkan dalil
              baru terhadap pasal yang digugat. Tapi, Bivitri mengaku lebih condong mengajukan uji formil
              UU Ciptaker.

              Alasan  Bivitri  karena  proses  pembentukan  UU  Ciptaker  telah  menyalahi  aturan  terutama
              mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu, jika uji formil dikabulkan
              MK, masih terbuka kemungkinan membatalkan UU Ciptaker.

              "Dari  segi  formil  saya  yang  paling  semangat  karena  koreksi  penting  dari  cabang  kekuasaan
              yudikatif terhadap cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif salah satunya di uji formil ini. Kalau
              prosesnya kacau ya dibatalkan," ujarnya.

              Bivitri  menambahkan,  jika  uji  formil  UU  Ciptaker  dikabulkan  dapat  menjadi  peringatan  bagi
              pemerintah dan DPR. Peringatan yang dimaksud agar berhati-hati dalam menyusun undang-
              undang selanjutnya.

              Meski demikian, Bivitri mengakui MK jarang sekali mengabulkan permohonan uji formil. Sebab,
              dari 44 uji formil yang diajukan ke MK, hanya satu yang dikabulkan, yakni UU Mahkamah Agung.
              Itu pun MK memutuskan tidak membatalkan UU MA karena asas kemanfaatan.

              "Dulu  ada  satu  UU,  yakni  UU  MA  yang  dinyatakan  inkonstitusional,  tapi  MK  bilang  dengan
              menggunakan asas kemanfaatan kalau UU MA dibatalkan secara keseluruhan tidak ada lagi UU
              yang mengatur MA," ujarnya.
              Saat  ini,  MK  masih  menangani  satu  permohonan  uji  formil,  yakni  terkait  UU  Komisi
              Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, hingga saat ini, MK belum memutus perkara tersebut.

              "Kita masih menunggu (putusan uji formil UU KPK). Sidang terakhir lima atau enam minggu lalu,"
              katanya.

              Secara formil, pembentukan UU Ciptaker dinilai Bivitri tidak transparan, tidak partisipatif, dan
              terburu-buru. Padahal, untuk membentuk suatu UU membutuhkan waktu lama dan melibatkan
              berbagai  pemangku  kepentingan  yang  terkait.  Apalagi,  UU  Ciptaker  yang  menggunakan
              metodeOmnibus Lawmenyangkut 78 UU lainnya.
                                                           493
   489   490   491   492   493   494   495   496   497   498   499