Page 221 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 OKTOBER 2020
P. 221

SOAL PERCEPATAN PARIPURNA OMNIBUS LAW, MAHFUD SERAHKAN KE DPR

              Menteri  Koordinator  Bidang  Politik  Hukum  dan  Keamanan  (Menko  Polhukam)  Mahfud  MD
              menyebut Dewan Perwakilan Rakayat (DPR) lah yang mestinya menjelaskan soal percepatan
              jadwal  Rapat  Paripurna  pengesahan  Rancangan  Undang-undang  (RUU)  Omnibus  Law  Cipta
              Kerja.

              Sebelumnya, DPR memajukan jadwal Rapat Paripurna dengan salah satu agendanya pengesahan
              RUU Ciptaker dari yang mestinya digelar 8 Oktober menjadi 5 Oktober.

              "Nah, kalau sidang yang dipercepat itu tentu itu wewenang DPR ya. Meskipun [saya] memaklumi
              [pertanyaan] masyarakat kemudian kenapa buru-buru begitu. Tapi biar DPR lah yang menjawab
              itu,"  kata  Mahfud  dalam  siaran  akun  youtube  resmi  milik  Karni  Ilyas  dan  dikutip
              CNNIndonesia.com , Senin (19/10).

              Mahfud sendiri mengaku maklum dengan banyaknya masyarakat yang menyayangkan perihal
              pengesahan  Undang-undang  Cipta  Kerja  yang  dipercepat  mengikuti  jadwal  Paripurna  yang
              dipercepat itu.

              Kata dia, waktu itu memang kejadiannya sangat cepat sekali maka tak bisa dibantah terkait
              protes dari masyarakat ini.

              "Ya kalau mau dikatakan agak disayangkan ya mungkin saja yah. Saya maklum masyarakat itu
              akan menyayangkan atau kalau masyarakat menyayangkan itu ya saya maklum karena memang
              waktu itu cepat sekali," kata dia.

              Terkait substansi serta pembahasan RUU tersebut, Mahfud menilai perundangan ini tidak bisa
              dikatakan sebagai produk hukum yang terburu-buru.

              Mantan  Ketua  Mahkamah  Konstitusi  itu  mengatakan  Omnibus  Law  Cipta  Kerja  sejak  lama
              direncanakan oleh Presiden Joko Widodo.

              Bahkan, katanya, Jokowi telah mulai membahas dan menyatakan soal aturan ini kepada publik
              saat kampanye Pilpres dan diumumkan kembali saat pelantikan Presiden 20 Oktober 2019 lalu.

              "Sudah lama sebenarnya," kata Mahfud.

              Lagi pula kata dia, terkait tuntutan buruh yang merasa tidak didengar dan tidak diakomodasi
              hak-haknya, Mahfud menampik. Sebelum undang-undang ini disahkan, Jokowi kata dia berulang
              kali memanggil asosiasi buruh ke Istana untuk berdiskusi terkait Cipta Kerja itu.

              Selain di Istana, Mahfud mengaku pertemuan dengan asosiasi buruh juga dilakukan di kantornya
              dan di kantor Kementerian Tenaga Kerja untuk membahas aturan rigid yang akan dimasukan
              dalam undang-undang itu.

              "Jadi sampai ketemu di kantor saya itu tiga kali kemudian pertemun teknis dibentuk tim di kantor
              Menteri Tenaga Kerja," kata dia.

              Buruh kata Mahfud dalam setiap perbincangan memang telah menyampaikan berbagai aspirasi
              dan keinginan mereka yang diakomodir dalam  undang-undang sapu jagat itu. Namun diakui
              Mahfud pemerintah tak bisa 100 persen mengikuti dan memasukkan keinginan mereka.

              Alih-alih  itu  kata  Mahfud,  pemerintah  selalu  berusaha  mencari  jalan  tengah  untuk  berbagai
              aturan yang dimasukkan dalam undang-undang itu berkaitan dengan ketenagakerjaan.

              "Memang ya tidak 100 persen dari setiap konsep disetujui. Tapi bahwa itu ditampung, dicari
              jalan tengah itu sudah dilakukan sebenarnya," kata dia. (tst/arh).

                                                           220
   216   217   218   219   220   221   222   223   224   225   226