Page 223 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 OKTOBER 2020
P. 223
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas), Adi Mahfudz mengatakan, jika sudah
berdasarkan keputusan bipartit maka UMP 2021 bisa saja turun dibanding 2020. Keputusan
untuk menaikkan UMP di tengah pandemi dinilai tidak bisa dipaksakan karena sesuai kemampuan
masing-masing perusahaan.
PERUSAHAAN TERDAMPAK PANDEMI BISA SAJA PATOK UPAH 2021 LEBIH RENDAH
Besaran upah minimum provinsi (UMP) tahun 2021 diusulkan minimal sama dengan tahun 2020.
Namun khusus untuk perusahaan yang terdampak pandemi Virus Corona (Covid-19), bisa
menerapkan upah lebih rendah dengan syarat harus negosiasi bipartit antara pengusaha dengan
buruh.
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas), Adi Mahfudz mengatakan, jika sudah
berdasarkan keputusan bipartit maka UMP 2021 bisa saja turun dibanding 2020. Keputusan
untuk menaikkan UMP di tengah pandemi dinilai tidak bisa dipaksakan karena sesuai kemampuan
masing-masing perusahaan.
"Kita merekomendasikan bahwa UMP 2021 kita harapkan minimal sama dengan 2020.
Sedangkan upah minimum pengusaha yang terdampak Covid-19 tentu menyesuaikan ke bipartit.
Kalau sudah sesuai bipartit bisa lebih rendah, bisa kurang, bisa tinggi karena disesuaikan dengan
kemampuan perusahaan. Kalau sesuai perusahaan secara otomatis tentu berkurang gajinya,"
kata Adi seperti dikutip, Minggu (18/10/2020).
Pengusaha akan memberikan pilihan apakah mau langsung dilakukan pemutusan hubungan
kerja (PHK), atau dirumahkan, atau terima digaji sesuai kemampuan perusahaan. Gaji di bawah
UMP seperti itu disebut sudah diterapkan di Jepang. Di sana, kata Adi, kekurangan upahnya akan
dibayarkan oleh pemerintah.
"Kami di tahun 2019 studi banding di Filipina, Jepang dan Australia. Sedangkan di Jepang kami
sampaikan bahwa gaji di bawah UMP itu boleh tentu dengan prasyarat. Misalnya mampunya
gajinya 70%, pemerintah langsung hadir itu 30%-nya langsung di subsidi pemerintah dengan
prasyarat yang sudah dipenuhi tentunya. Jika di Jepang tidak ada solusi hubungan tripartit antara
pemerintah, pengusaha dan pekerja, itu kita serahkan ke unsur akademisi maupun pakar.
Dengan begitu, dengan sendirinya kami taat dengan apa yang dikatakan unsur akademisi,"
jelasnya.
Adi yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengupahan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo), menilai permintaan buruh soal kenaikan UMP di tengah kondisi ekonomi
yang sedang sulit tidak realistis. Pasalnya, perusahaan bisa bertahan dan tetap mempekerjakan
karyawan saja harusnya sudah bersyukur.
"Saya kira yang dimaksud tersebut adalah kurang realistis. Kita sebenarnya melihat itu (UMP
2021A tidak naik) dengan rasional dan aktual. Saya kira harusnya pandangan pekerja seperti
buruh itu tidak pakai ilmu pokok'e, pokok'e yang penting naik. Boro-boro kita naik, kita saja saat
ini pandemi Covid-19 bertahan dalam arti survival saja sudah cukup bersyukur," tegasnya.
Untuk dipahami, keputusan itu belum diketok palu oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Pihak pemerintah masih merundingkan keputusan apa yang terbaik antara pengusaha dan
buruh.
"Masih kami bahas. Sabar ya menunggu. Semoga (selesai) minggu depan," kata Direktur
Pengupahan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (PHI JSK), Dinar Titus Jogaswitani. kbc 10.
222