Page 324 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 OKTOBER 2020
P. 324
1 TAHUN JOKOWI-MA'RUF AMIN, BPJS BELUM PENUHI HAL-HAL FUNDAMENTAL
JAKARTA -- BPJS Watch menilai bahwa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin yang sudah berjalan
selama satu tahun terakhir belum memenuhi sejumlah aspek mendasar dan fundamental terkait
penyelenggaraan jaminan sosial. Padahal, Presiden Joko Widodo telah memiliki pengalaman lima
tahun sebelumnya dalam mengatur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan
dan Ketenagakerjaan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa pelaksanaan jaminan sosial
dalam satu tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf relatif tidak mengalami banyak perubahan. Satu
hal yang jelas berubah yakni naiknya iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
dikelola BPJS Kesehatan.
Timboel menyoroti adanya sejumlah ketentuan yang belum dipenuhi dalam penyelenggaraan
jaminan sosial. Misalnya, masih belum ada peningkatan pelayanan dalam pelaksanaan program
JKN, tetapi besaran iuran telah dinaikkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) 64/2020 tentang
Jaminan Kesehatan.
Padahal, isu pelayanan BPJS Kesehatan menjadi salah satu poin penyebab dikabulkannya uji
materiil Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan, yakni besaran iuran saat itu memberatkan
sejumlah pihak dan belum diiringi pelayanan yang optimal. Namun, setelah Perpres 75/2019
digantikan oleh Perpres 65/2020, belum terdapat peningkatan pelayanan yang signifikan.
Timboel pun menyoroti lambatnya pemadanan data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI),
terlihat dari belum bertambahnya peserta segmen itu meski menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
jumlah penduduk miskin bertambah 1,63 juta orang akibat pandemi Covid-19. Padahal,
berdasarkan Undang-Undang (UU) 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),
masyarakat miskin harus menjadi peserta PBI.
"Ada beberapa hal yang tidak sesuai ketentuan, tidak dievaluasi, sehingga pelaksanaannya
begini-begini saja," ujar Timboel kepada Bisnis , Senin (19/10/2020).
UU SJSN pun mengamanatkan peserta JKN yang menerima pemutusan hubungan kerja (PHK)
tetap mendapatkan akses kesehatan selama enam bulan. Namun, menurut Timboel, dalam
pelaksanaannya tidak demikian karena banyak proses PHK yang tidak memenuhi ketentuan dan
banyak pekerja yang tidak didaftarkan ke dalam program JKN oleh pemberi kerjanya.
Timboel pun menyoroti sejumlah hal mendasar yang dapat menunjang keberlangsungan JKN,
seperti cukai rokok yang belum dioptimalkan sebagai sumber pendanaan dan masih banyakya
fraud di lapangan. Hal-hal tersebut menurutnya perlu dibenahi oleh pemerintahan Jokowi-Ma'ruf
dalam empat tahun ke depan.
BPJS Watch turut menyoroti sejumlah aspek fundamental yang belum dipenuhi dalam
pelaksanaan jaminan sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek. Salah satu yang
paling krusial, menurut Timboel, pemerintah belum melaksanakan amanat Peraturan Pemerintah
(PP) 45/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, yakni besaran iuran pensiun
harus ditinjau paling lama tiga tahun.
Menurut Timboel, tiga tahun setelah PP tersebut diketok palu, pemerintah tidak melakukan
penyesuaian besaran iuran pensiun. Adapun, tiga tahun selanjutnya atau 2021 sudah di depan
mata sehingga perlu terdapat peninjauan ulang besaran pensiun agar kualitas aset dana pensiun
untuk masa depan dapat terjaga.
"PP 60/2015 [tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua/JHT] pun masih membiarkan
orang ter-PHK langsung mengambil JHT, ini melanggar UU SJSN karena mestinya bisa diambil
323