Page 18 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 MARET 2021
P. 18
Rata-rata upah buruh perempuan per Agustus 2020 adalah Rp 2,35 juta per bulan, lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata upah buruh laki-laki yang sebesar Rp 2,98 juta. Selisih upah
terbesar terjadi pada buruh berpendidikan universitas.
Fenomena ini tidak hanya di Indonesia. Organisasi Buruh Internasional (ILO) Dalam laporan
Prioritize Pay Equity in Covid-19 Recovery, September 2020, menyoroti upah buruh perempuan
yang tidak setimpal dengan peran mereka yang krusial selama pandemi. Sekitar 70 persen
tenaga kesehatan dan pekerja esensial dunia adalah perempuan.
Di tengah kondisi itu, pemerintah seharusnya hadir untuk menjaga daya beli dan konsumsi
pekerja yang terpukul pandemi. Selain menahan kontraksi ekonomi, langkah itu bisa menjamin
buruh tetap hidup layak.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan
turunannya justru mengubah rumus pengupahan, yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian
dan menahan kenaikan upah minimum tahunan buruh.
Indikator ketidakpastian, antara lain, penghapusan komponen kebutuhan hidup layak dari
formula penetapan upah minimum dan penghapusan upah minimum sektoral. Bahkan,
penetapan upah minimum hanya berdasarkan pada faktor pertumbuhan ekonomi atau inflasi,
tidak lagi memadukan dua faktor tersebut, seperti sebelumnya.
Menyusul penerapan UU Cipta Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan memutuskan tidak ada
kenaikan upah minimum tahun 2021 berdasarkan pertimbangan dampak ekonomi pandemi
Covid-19. Meskipun demikian, ada sejumlah provinsi yang meningkatkan upah minimum.
Pemerintah juga menerbitkan kebijakan baru lewat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor
2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu Dalam Masa
Pandemi Covid-19 yang memungkinkan perusahaan padat karya memangkas upah pekerja.
Tanpa menafikan kondisi perusahaan yang terpukul pandemi, peraturan yang terlalu longgar
dan tidak mendetail itu berpotensi disalahgunakan perusahaan untuk memotong upah pekerja
dengan mengatasnamakan pandemi. Mekanisme pengurangan upah yang bergantung pada
perundingan bipartit perusahaan dan pekerja juga mengabaikan fakta, negosiasi antara
pengusaha dan buruh tidak seimbang. Apalagi, masih banyak buruh Indonesia yang belum
berserikat sehingga kesetaraan Dalam perundingan upah sulit tercapai.
Di tengah kebijakan dan regulasi yang berpotensi menekan upah buruh, perlindungan bantalan
sosial dari pemerintah seharusnya diperkuat. Namun, pada 2021, pemerintah justru
menghentikan bantuan subsidi upah Rp 600.000 per bulan bagi buruh yang penghasilan
bersihnya kurang dari Rp 5 juta per bulan.
Pemulihan ekonomi
Padahal, pemerintah menggaungkan upaya menggenjot konsumsi masyarakat untuk
memulihkan ekonomi. Namun, berbagai kebijakan dan regulasi yang diterbitkan justru tidak
berpihak pada kesejahteraan buruh. Bagaimana bisa semakin banyak berbelanja jika pendapatan
semakin terbatas?
Dalam lima tahun terakhir, konsumsi rumah tangga berkontribusi hingga 56-60 persen terhadap
produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Pada 2020, konsumsi rumah tangga yang tumbuh
negatif 2,63 persen memicu pertumbuhan ekonomi anjlok menjadi minus 2,07 persen.
Dalam berbagai kesempatan, pemerintah berharap kebijakan upah yang lebih bersahabat bagi
pengusaha dapat membantu menggenjot investasi dan menciptakan lebih banyak lapangan
kerja. Namun, upah buruh yang murah bukan penentu utama. Mckinsey Global Institute Dalam
17