Page 192 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 MARET 2021
P. 192
Menurut Roy Sembel, tuduhan mengenai adanya pelanggaran pidana di balik unrealized
loss BP Jamsostek terkesan dipaksakan. "Seolah-olah sama dengan kerugian yang terjadi
dalam kasus Jiwasraya yang menghebohkan beberapa waktu sebelumnya," ujar dia.
Roy mengaku telah melakukan kajian ihwal penyebab unrealized loss BP Jamsostek dari
berbagai konteks, baik konteks situasi, kondisi ekonomi dan pasar modal, proses
investasi dan alokasi aset, maupun konteks perbandingan dengan portofolio dalam
investasi pada kasus Jiwasraya.
"Hasil kajian menunjukkan bahwa proses investasi portofolio BP Jamsostek sudah
prudent dan sesuai kaidah-kaidah investasi. Alokasi aset telah memperhatikan aspek
pengelolaan risiko yang relatif baik," papar dia.
Dia menjelaskan, secara garis besar, investasi BP Jamsostek dimulai dengan strategi
mengalokasikan dana investasi ke dalam beberapa kelas aset sesuai tujuan investasi.
Kelas aset itu meliputi saham, reksa dana, deposito, obligasi, properti, dan penyertaan
langsung.
Selanjutnya, pada masing-masing kelas aset dilakukan strategi pemilihan sekuritas
(securities selection) atau manajer investasi (MI) yang cocok dengan tujuan investasi.
"Bahkan, dalam pemilihan MI pun relatif ketat. Syaratnya harus punya dana kelolaan
minimal Rp 1,5 triliun," tutur dia.
Saham dan Reksa D ana Roy Sembel mengungkapkan, portofolio investasi saham milik
BP Jamsostek ditempatkan pada saham-saham LQ-45. Alhasil, portfolio sahamnya
didominasi saham-saham berkapitalisasi besar dan relatif likuid. "Tidak perlu diragukan
lagi tentang saham-saham LQ-45. Penurunan dan kenaikan harga saham sangat
tergantung perkembangan pasar modal di Indonesia," tandas dia.
Itu sebabnya, kata Roy, unrealized loss di BP Jamsostek masih sejalan dengan
perkembangan pasar saham Indonesia. Itu tercermin pada pergerakan indeks harga
saham gabungan (IHSG) yang terdampak resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Roy Sembel menambahkan, bukti menunjukkan unrealized loss di BP Jamsostek bersifat
fluktuatif sesuai naik turunnya IHSG. Ketika IHSG berada di level 5.979 per 31 Desember
2020, unrealized loss mencapai Rp 22,308 triliun.
Tetapi, menurut dia, ketika IHSG berada di posisi 6.429 pada 20 Januari 2021, unrealized
loss turun menjadi Rp 14,417 triliun atau 2,91% dari total portofolio Rp 495 triliun, yang
mayoritas disebabkan turunnya kinerja emiten BUMN. Dengan demikian, unrealized loss
naik turun sesuai pergerakan harga saham.
"Jadi, bukan tak mungkin ketika IHSG berada di level 7.000, unrealized loss berbalik arah
menjadi unrealized gain atau keuntungan yang belum terwujud. Naik turunnya potensial
loss itu kan sangat bergantung pergerakan IHSG," tegas dia.
191