Page 960 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 MEI 2021
P. 960
Pertama, kata Ikhsan, keputusan pemerintah lewat Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan
Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam
Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19.
Gebrak menilai kebijakan tersebut membuka peluang pemotongan upah buruh tanpa batas
waktu dan besaran potongan yang jelas. Ikhsan menilai pemerintah tak memberi kriteria yang
jelas dan ketat dalam kebijakan tersebut.
Kedua, pemerintah sempat melepas tanggung jawab perusahaan untuk membayar THR lewat
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HI.00.01/V/2020. Menurut Ikhsan, SE
tersebut tidak memberi batasan yang jelas bagi perusahaan untuk menunda pembayaran THR.
Ketiga, pemerintah dinilai menggunakan dalih pandemi untuk menaikkan upah minimum 2021.
Padahal, kata Ikhsan, kenaikan upah minimum bisa mendongkrak daya beli kelas buruh yang
berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Keempat, Ikhsan menilai masih ada celah bagi perusahaan untuk menghindari pembayaran THR
lewat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi
pekerja atau buruh di perusahaan. Kata dia, Kemenaker tidak menjabarkan tolok ukur dampak
pandemi terhadap ketidakmampuan keuangan perusahaan.
Kelima, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan
Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu dalam Masa Pandemi Covid-19, yang dinilai
telah melegalkan pemotongan upah buruh hingga Desember 2021.
Keenam, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Buruh
menilai proses penyusunannya UU tersebut cacat prosedur, tidak demokratis dan banyak
mendaur ulang pasal inkonstitusional.
"Secara substansi, Undang-undang Cipta Kerja mempermudah korporasi meraup keuntungan
dengan cara merampas dan menghancurkan ruang hidup rakyat," katanya.
Ketujuh, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Menurut Ikhsan, lonjakan tenaga kerja asing di Indonesia akan meningkat seiring dibukanya
karena investasi asing UU Ciptaker.
Kedelapan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Peraturan
tersebut dinilai tak memberi batas bagi buruh berstatus kontrak, menambah jam lembur, dan
mempermudah mekanisme PHK.
Kesembilan, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang dinilai
bakal melanggengkan upah murah dan pekerjaan tidak layak bagi buruh.
Kesepuluh, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kehilangan Pekerjaan. PP tersebut dinilai melepas tanggung jawab perusahaan atas
kompensasi PHK melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Kesebelas, Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Menurut Ikhsan, Kenaikan iuran
BPJS Kesehatan lewat Perpres itu semakin memperberat beban buruh dan rakyat yang
kehilangan pekerjaan karena pandemi.
Sejumlah organisasi buruh diketahui akan turun ke jalan untuk memperingati hari Mayday 1 Mei
mendatang. Aksi tersebut sekaligus meminta pemerintah mencabut sejumlah aturan yang
959