Page 117 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 JUNI 2021
P. 117
Eksotis
Ibnu menuturkan, zaman dulu yang jago membikin akronim adalah Bung Karno. Berdikari,
misalnya, akronim ciptaan dari proklamator kemerdekaan Indonesia tersebut, yang bermakna
berdiri di atas kaki sendiri. Di dalam perkembangan bahasa, lama-lama orang terlupa bahwa
berdikari itu adalah sebuah akronim.
Terkait Jas Merah yang di-ciptakan Bung Karno sebagai akronim dari jangan sekali-kali
meninggalkan sejarah, Ibnu menuturkan memang tidak ada hubungan antara jas dan sejarah.
"Tetapi, istilah (Jas Merah) itu eksotis. Bung Karno itu pandai merangkai dan pandai menciptakan
kata. Demikian pula Dwikora, Trikora, dan lainnya," kata Ibnu.
Akronim bukan benda baru. Akronim itu sesuatu yang sudah lama ada dalam konteks bahasa
Indonesia. Namun, tak semua akronim laku, bertahan, atau dipakai. "Ini tergantung, pertama,
ketepatannya. Kedua, sosialisasinya. Nah, terkait sosialisasi ini, ketika Bung Karno ngomong,
kan, semua orang dengar," tuturnya.
Dalam dunia jurnalistik, lanjut Ibnu, ada faktor prominent, faktor siapa yang ngomong itu
penting. Di sini, peran figur berguna untuk memperkenalkan akronim. "Tetapi, ada beberapa
wartawan yang tidak suka dengan akronim karena orang enggak paham-paham. Tapi
(bagaimana) kalau itu suatu kebutuhan? Covid, misalnya, itu, kan, sebenarnya akronim dari
Coronavirus di-sease," katanya.
Ibnu menuturkan, dirinya pun menciptakan akronim kuncitara sebagai pengindonesiaan istilah
lockdown. Dia berpikir bahwa tidak gampang bagi orang Indonesia mengucapkan kata asing
seperti lockdown sehingga yang keluar adalah kata lokdon, laukdaun, dan sebagainya.
"Kuncitara itu saya ciptakan Maret 2020, setahun lalu, waktu pandemi muncul. Kita harus
terkunci atau locked, tetapi sementara. 'Sementara'-nya saya potong menjadi tara. (Kuncitara)
Itu, kan, akronim. Kuncitara itu dari kunci sementara," kata Ibnu.
Di masa pandemi pun, lanjut Ibnu, dirinya mengenalkan istilah teleturahmi. Hal ini tidak lepas
dari kondisi saat Lebaran di masa pandemi Co-vid-19 yang memaksa orang bersilaturahmi secara
jarak jauh menggunakan aplikasi, misalnya lewat Zoom.
"Akronim sulit dibendung karena orang memerlukan komunikasi yang ringkas. Bahkan, dalam
dunia bahasa populer, otw (on the way), btw (by the way) itu, kan, sebenarnya singkatan atau
akronim. Demikian pula mager atau malas gerak. Gabut atau gaji buta. Orang tidak peduli
kepanjangannya apa karena sudah menjadi entitas baru," ujar Ibnu.
Akronim atau singkatan bisa menjadi kata baru, bahkan makna baru. Anak-anak muda, misalnya,
biasa menggunakan istilah bokin yang diartikan sebagai pacar. "Padahal, bokin, dalam konteks
tahun 70-an, dalam konteks bahasa prokem Ali Topan, itu kan (artinya) bini atau istri. Bokin
adalah sebuah bahasa prokem, bini disisipkan ok jadi bokin. Seperti sepatu (menjadi) sepokat,
rumah (menjadi) rokum. Itu bahasa prokem yang ada unsur ok-nya," kata Ibnu.
Seiring perjalanan sejarah bangsa, bahasa pun berkembang. Tugas kita semua untuk menjaga
dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai penyampai pesan di berbagai bidang, untuk
masa sekarang dan mendatang.
(8/6/2021). Dalam acara itu, Wapres Amin kembali menyampaikan istilah "Gus Iwan", yakni
santri yang bagus, pintar mengaji, dan usahawan. Akronim kian kerap digunakan pemerintah
untuk menyampaikan pesan kepada publik.
116