Page 336 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 JUNI 2021
P. 336

"Kami  mengecam  keras  rencana  untuk  memberlakukan  tax  amnesty  dan  menaikkan  PPN
              sembako. Ini adalah cara-cara kolonialisme, sifat penjajah!" tandas Presiden KSPI Said Iqbal di
              Jakarta, Jumat (11/6/2021).

              Menurut Said, sangat tidak adil jika orang kaya diberikan relaksasi pajak, termasuk produsen
              mobil  yang  diberikan  keringanan  pajak  penjualan  atas  barang  mewah  (PPnBM)  hingga  0%,
              sementara pangan bagi rakyat kecil dibebani kenaikan pajak. "Sekali lagi, ini sifat kolonialisme.
              Penjajah!" cetusnya.

              Dia menegaskan, jika rencana menaikkan PPN sembako ini tetap dilanjutkan, maka kaum buruh
              akan menjadi garda terdepan dalam melakukan perlawanan. Perlawanan akan dilakukan berupa
              aksi di jalanan maupun mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

              "Kaum buruh dihantui PHK dimana-mana, kenaikan upahnya dikurangi dengan Omnibus Law,
              nilai pesangon yang lebih kecil dari peraturan sebelumnya, dan pembayaran THR yang masih
              banyak dicicil. Sekarang mau dibebani lagi dengan harga barang yang melambung tinggi akibat
              kenaikan PPN," kata Said Iqbal.

              KSPI juga menolak diberlakukannya tax amnesty jilid 2. Sebagaimana diketahui, tax amnesty
              jilid  1  yang  diterbitkan  tahun  2016  ditolak  oleh  buruh  dengan  menggugat  ke  MK.  Gugatan
              tersebut  ditolak  MK,  dengan  salah  satu  pertimbangan  tax  amnesty  bertujuan  untuk
              meningkatkan pendapatan negara dari harta kekayaan orang kaya yang tersimpan di luar negeri.

              "Tetapi faktanya sampai hari ini, apa yang disampaikan bertolak belakang. Tax amnesty jilid 1
              tidak  sesuai  dengan  harapan.  Buktinya  ABPN  tetap  defisit,  pajak  tidak  sesuai  target  yang
              diharapkan, dan sekarang pertumbuhan ekonomi negatif," kata Said.

              Said Iqbal mengatakan, setidaknya ada 5 alasan kaum buruh saat menolak tax amnesty jilid 1.
              Pertama,  tax  amnesty  mencederai  rasa  keadilan  kaum  buruh  sebagai  pembayar  Pajak
              Penghasilan (PPh) 21 yang taat. Buruh terlambat membayar pajak, dikenakan denda. Namun
              pengusaha "maling" pajak justru diampuni.

              Kedua,  tax  amnesty  telah  menggadaikan  hukum  dengan  uang  demi  mengejar  pertumbuhan
              ekonomi. Ini menurutnya sama saja dengan menghukum mereka yang aktif membayar pajak
              dengan memberikan keringanan melalui pengampunan para maling pajak.
              Ketiga, dana dari uang tebusan hasil pengampunan pajak Rp165 triliun dimasukkan dalam APBN
              Perubahan  2016  adalah  dana  ilegal  atau  haram  karena  sumber  dana  tersebut  jelas-jelas
              melanggar UUD 1945.

              Keempat,  dalam  UU  Pengampunan  Pajak  dikatakan  bagi  pegawai  pajak  atau  siapapun  yang
              membuka  data  para  pengemplang  pajak  dari  dana  di  luar  negeri  atau  repatriasi  maupun
              deklarasi, akan dihukum penjara 5 tahun. Jelas hal ini bertentangan dengan UUD 1945 karena
              mana mungkin orang yang mengungkap kebenaran justru dibui.
              Kelima, dalam UU Pengampunan Pajak disebutkan tidak peduli asal usul dana repatriasi dan
              deklarasi. Ada kesan yang penting ada dana masuk tanpa mempedulikan dari mana sumbernya.
              Hal ini berbahaya karena bisa terjadi pencucian uang dari dana korupsi, perdagangan manusia
              hingga hasil kejahatan narkoba. Dan ini menurutnya melanggar UUD 1945 yang berarti negara
              melindungi kejahatan luar biasa terhadap manusia.

              "KSPI menolak keras rencana kenaikan PPN dan tax amnesty jilid 2. Jika itu dipaksakan, KSPI
              akan kembali menggugat ke Mahkamah Konstitusi dan melakukan aksi penolakan bersamaan
              penolakan omnibus law," tegasnya. (fai).



                                                           335
   331   332   333   334   335   336   337   338   339   340   341