Page 105 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 SEPTEMBER 2020
P. 105
Kerja, di Tugu Pal Putih atau Tugu Golong Gilig, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta, DIY, Senin
(31/8/2020).
Ketua DPD KSPSI DIY, Ruswadi menyampaikan, peserta melakukan long march dari perempatan
Tugu Jogja menuju kantor DPRD DIY, sembari melakukan orasi budaya dan pentas seni Rampak
Buto. Di sepanjang jalan dilakukan aksi simpatik bersih lingkungan, baksos pembagian nasi kotak
kepada tukang becak, dan pembagian masker untuk masyarakat.
Rombongan diterima oleh Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana. Dia mendukung dan berjanji
akan meneruskan aspirasi dari KSPSI DIY ini ke DPR RI.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait munculnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia
(KAMI), tanpa menyebutkan nama suatu komunitas tertentu secara spesifik, Ruswadi
menegaskan komitmennya untuk mendukung pemerintahan yang sah, dan menolak adanya
kelompok yang mengatasnamakan Indonesia tapi malah justru berpotensi memecah belah
keutuhan NKRI.
Menurut Ruswadi, draft RUU dibuat hanya dengan semangat untuk mendongkrak investasi.
Ketiadaan transparansi dan pelibatan masyarakat sipil atau buruh dalam penyusunan draft RUU
menyebabkan buruh bertanya-tanya dan curiga ihwal keberpihakan pemerintah yang tidak adil.
"Beberapa bagian dari RUU Cipta Kerja yang berpotensi memperburuk kehidupan buruh yakni
hilangnya hak cuti buruh perempuan saat haid dan melahirkan, pengurangan dan pemusnahan
pesangon, hilangnya UMK atau UMSK, pekerja kontrak tanpa batasan waktu, waktu kerja yang
sangat eksploitatif, PHK yang dipermudah dan cenderung semena-mena, pengurangan dan
pemusnahan jaminan sosial, TKA yang dipermudah ijin masuknya yang bisa mengancam buruh
atau pekerja di Indonesia, dan hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha," ungkap Ruswadi,
Sekretaris DPD KSPSI DIY, RM Krisna Murti.
Kondisi demikian, kata Ruswadi, semakin menguatkan dugaan bahwa, Omnibus Law atau RUU
Cipta Kerja yang tengah disusun akan menjelma menjadi malapetaka yang akan memperburuk
kehidupan buruh dan melanggengkan praktik perampasan ruang hidup serta kerusakan ekologis
yang dampaknya akan kembali dipikul oleh masyarakat.
Penolakan juga terjadi di masyarakat, dan di Jogja muncul gerakan oleh kalangan buruh atau
pekerja, dan tidak ketinggalan elemen mahasiswa.
"Menanggapi gerakan mahasiswa yang juga ikut menolak RUU Omnibus Law, KSPSI sangat
mengapresiasi namun menghimbau agar demo tidak mengganggu jalannya aktivitas
perekonomian warga sekitar lokasi," ujar Ruswadi.
Ruswadi meyakini bahwa Omnibus Law akan menyusahkan pekerja atau buruh dan
menguntungkan investor jika disahkan. Apalagi ada wacana tentang penghapusan pesangon
UMK dan tidak adanya jaminan sosial, bebas masuknya TKA, sistem kerja kontrak seumur hidup,
waktu kerja yang sangat eksploitatlf, PHK dipermudah, dan hilangnya sanksi pidana bagi
pengusaha.
"Secara lebih detil Kontraversi RUU Cipta Kerja bagi kalangan pekerja atau buruh memang
terletak pada klaster ketenagakerjaan dengan fokus isu mengenai kemudahan perijinan. Oleh
karena gerakan moral yang dilakukan oleh pekerja atau buruh adalah tolak dan cabut klaster
ketenagakedaan dari RUU Omnibus Law," terang Ruswadi.
Ruswadi prihatin suara buruh yang merupakan bagian dari rakyat semakin terabaikan, dan tidak
dibukanya ruang bagi partisipasi buruh atau pekerja. (atx)
104