Page 21 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 SEPTEMBER 2020
P. 21
omnibus law RUU Cipta Kerja yang pembahasannya dimulai sejak awal pemerintah Presiden Joko
Widodo periode kedua.
Saat ini sebagian besar naskah RUU Cipta Kerja telah selesai dibahas oleh pemerintah bersama
dengan DPR RI, hanya menyisakan beberapa klaster yakni klaster ketenagakerjaan dan beberapa
klaster lainnya. Jika mengacu pada sebagian besar naskah RUU Cipta Kerja yang telah selesai
dibahas, demikian juga jika mengacu pada daftar isian masalah (DIM) pada klaster
ketenagakerjaan dan klaster lain yang belum dibahas maka nampaknya baik naskah yang sudah
selesai dibahas maupun yang masih dalam pembahasan.
Seperti klaster ketenagakerjaan belum mencerminkan antisipasi kondisi pertumbuhan ekonomi
minus sebagai akibat dari pandemi yang berkepanjangan.
Naskah RUU Cipta Kerja yang telah selesai dibahas selain substansinya tidak mempertimbangkan
antisipasi kondisi setelah terjadinya pandemi berkepanjangan yang berdampak besar bagi
perekonomian, demikian juga substansi pada naskah yang telah selesai dibahas tersebut, tidak
bersifat aplikatif. Artinya RUU Cipta Kerja hanya mencapai sasaran menyelesaikan tumpang
tindih atau konflik antar peraturan perundangan. Tapi RUU Cipta Kerja hanya sebagai aturan
payung yang artinya tetap harus dilaksanakan oleh aturan lainnya. Dalam hal ini jika mengacu
pada per kembangan naskah terakhir maka sudah pasti seandainya RUU Cipta Kerja disahkan di
tahun ini, maka RUU Cipta Kerja tersebut hanya memenuhi jai\ji politik Presiden Joko Widodo
ketika dilantik pada periode kedua, tetapi secara esensi RUU Cipta Kerja tidak akan banyak
berpengaruh pada kondisi perekonomian, khususnya setelah terjadinya pandemi. RUU Cipta
Kerja tidak akan dapat berfungsi sebagai garne changer sebagaimana gim mick pemerintah pada
investor.
Demikian juga naskah RUU Cipta Kerja yang ada saat ini juga tidak menguntungkan bagi para
pekerja utamanya dalam kondisi pertumbuhan ekonomi minus dan resesi. Sebagai contoh, jika
mengacu naskah RUU Cipta Kerja maka RUU tersebut tidak dapat berfungsi sebagai RUU payung
bagi persoalan pengupahan yang menggunakan komponen inflasi dan pertumbuhan ekonomi
sebagai dasar untuk menentukan kenaikan upah buruh.
Akan menjadi persoalan tersendiri bagi pekerja dalam kondisi resesi dan pertumbuhan ekonomi
minus jika RUU Cipta Kerja tidak mengakomodasi kondisi dan dampak ekonomi setelah terjadinya
pandemi. Dengan tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang ada, investasi yang
tertunda akibat pandemi, pertumbuhan ekonomi minus maka akan sulit mewujudkan
kesejahteraan pekerja hanya melalui paket RUU Cipta Kerja. Mengingat dalam RUU Cipta Kerja
juga terdapat beberapa pengaturan remunerasi yang cenderung lebih rendah dari UU No 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perlu penyesuaian
Dalam hal ini nampaknya memang esensi dan substansi dari RUU Cipta Kerja perlu disesuaikan
dengan kondisi paska pandemi virus korona Covid-19.
Alice Worth (2019), menjelaskan bahwa kondisi pandemi akan diikuti dengan dampak dan
kenormalan baru yang perlu diatur dalam peraturan perundang-undang-an. Seperti misalnya
dalam hal ini dengan kondisi sebagian besar negara mengalami resesi sebagai akibat dari
pandemi maka pada klaster investasi RUU Cipta Kerja perlu ditambahkan dengan pemberian
insentif yang menarik bagi investor paska pandemi.
Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi minus dan resesi yang terjadi di hampir seluruh negara
sebagai dampak pandemi maka sekedar kemudahan berusaha tanpa disertai adanya insentif
komersial tetap tidak akan menarik investasi.
20