Page 44 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 FEBRUARI 2021
P. 44
Dengan demikian program Bantuan Subsidi Upah tidak masuk ke dalam alokasi anggaran PEN
perlindungan Sosial di 2021. Keputusan tersebut juga diambil setelah pemerintah melakukan
evaluasi kelangsungan program di tahun 2020.
"BSU memang evaluasi kita adalah kelompok berpenghasilan tinggi mendapatkan manfaat lebih
banyak dari yang berpenghasilan rendah," tutur dia.
Atas kebijakan tersebut, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
Bhima Yudhistira mengaku tak sependapat. Ia malah menyesalkan program bantuan subsidi
upah tak dilanjutkan. Pasalnya, program tersebut dinilai lebih efektif menggenjot ekonomi
lantaran dana langsung ditransfer dan dibelanjakan penerima. Berbeda dengan Kartu Prakerja
yang mengharuskan penerima untuk mengikuti pelatihan dulu sebelum mendapat dana tunai.
Ditambah lagi, tutur Bhima, saat ini banyak pekerja yang mengalami pemotongan gaji. Karena
itu, ia lebih mendukung program Bantuan Subsidi Upah dilanjutkan ketimbang Kartu Prakerja.
"Tentu, ketepatan sasaran penerima juga perluasan penerima BSU kepada pekerja sektor
informal harus dilakukan," ujar dia.
Dengan berlanjutnya program Kartu Prakerja, Bhima mengingatkan agar pemerintah
memastikan penerimanya berasal dari pekerja rentan, bukan yang bergaji Rp 5 juta ke atas.
Kemudian, pemerintah juga perlu memastikan peserta yang berasal dari sektor informal, dan
berada di daerah dengan akses internet rendah bisa masuk jadi penerima prakerja.
"Terakhir, soal pengadaan platform prakerja tetap harus memenuhi regulasi untuk menghindari
konflik kepentingan dan celah tindak pidana korupsi," tutur dia.
Senada dengan Bhima, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel
Siregar berharap kartu Prakerja bisa menyasar para pekerja yang mengalami pemotongan upah.
Timboel mengatakan para pekerja yang terimbas pagebluk itu perlu juga mendapat kartu
Prakerja. Musababnya, sebagian dari mereka ada yang terkena pemotongan gaji, dirumahkan
tanpa upah, hingga terimbas pemutusan hubungan kerja. Menurutnya program tersebut mesti
bisa menjangkau mereka yang terkena pemotongan upah agar konsumsinya terjaga. Sebab, ia
menilai program Kartu prakerja masih tidak tepat sasaran. Akibatnya, bisa jadi dana itu tidak
dibelanjakan, tapi justru ditabung dan tinggal menggerakkan roda ekonomi.
"Orang yang masih punya upah normal ikut kartu Prakerja tetap mendapat bantuan Rp 600 ribu
kali empat bulan," ujar dia. Padahal, bantuan itu semestinya diprioritaskan kepada para pekerja
yang terpotong upahnya atau bahkan tidak digaji karena kondisi perusahaan, maupun mereka
yang di-PHK tanpa pesangon.
Menurut Timboel, kebijakan itu bisa menjadi bagian dari keadilan. Dengan demikian, kartu
Prakerja diharapkan bisa mendongkrak konsumsi masyarakat, khususnya para pekerja. Walhasil,
program tersebut bisa lebih tepat sasaran dari sebelumnya.
Terlebih, dengan adanya Permenaker 2 Tahun 2021 yang memperbolehkan perusahaan
terdampak pandemi memangkas upah pegawainya, Timboel berasumsi pemerintah mengantongi
data dari pekerja yang terkena pemotongan gaji. Sehingga, data tersebut seharusnya bisa
dimanfaatkan untuk memilih sasaran penerima Kartu Prakerja.
"Pemerintah harus melakukan pengawasan dan pendataan. Sehingga pekerja yang dipotong
upah ini bisa mendapat bantuan Rp 600 ribu kali empat bulan plus pelatihan. Orang yang
mengalami pemotongan upah kan rentan dan mungkin tidak memiliki skill yang baik. Artinya
bisa menjadi subjek untuk dilatih juga," kata dia. CAESAR AKBAR | HENDARTYO HANGGI.
43