Page 208 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 NOVEMBER 2020
P. 208
Tahun 2003. Sejumlah pasal dinilai sarat dengan permasalahan dan kontroversial. Persoalan
yang dianggap merugikan buruh yaitu aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu
tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Dalam UU 13/2003 secara tegas diatur soal mengenai
jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan PKWT.
Sementara dalam UU Cipta Kerja pengaturannya belum jelas karena akan diatur lebih lanjut
dalam peraturan pelaksananya.
Hal lain yang dipersoalkan mengenai waktu istirahat dan pesangon. Waktu istirahat dan
pesangon yang diatur dalam UU ini dianggap "merugikan" buruh jika dibanding dengan UU
13/2003. Buruh ingin ketentuan-ketentuan yang dianggap merugikannya dibatalkan dan kembali
kepada UU 13/2003.
Persoalan lain yang dianggap sangat "mengganggu" bahkan sangat fatal terjadinya "salah ketik"
terhadap beberapa pasal. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti (detik.com 3 November 2020),
menemukan "kesalahan ketik" pada UU Cipta Kerja yaitu, Pasal 6. Pasal 6 merujuk kepada Pasal
5 Ayat (1) huruf (a). Sementara Pasal Pasal 5 berdiri sendiri tanpa ayat dan huruf. Kesalahan
lain yang ditemukan Bivitri pada halaman 757. Di halaman tersebut pada Ayat (5) merujuk Ayat
(3) padahal harusnya Ayat (4).
Menurut Bivitri, kesalahan ini fatal dan tidak bisa dianggap sepele. UU tidak bisa diimajinasikan
"tahu sama tahu" ketika waktu dilaksanakan, melainkan harus sesuai dengan apa yang tertulis
di UU. Terhadap kesalahan di Pasal 6 itu, tidak bisa lagi dilakukan perbaikan secara sembarangan
seperti yang terjadi sebelum UU ini ditandatangani. Menurut Bivitri, kalau pemerintah ingin ada
kepastian hukum agar pasal-pasal itu bisa dilaksanakan, bisa dengan cara mengeluarkan perppu.
Jadi meski UU ini telah sah dan resmi berlaku namun masih banyak hal yang harus "dibereskan".
Cara untuk mengatasi rasa ketidakpuasan buruh, perbaikan atas "kesalahan ketik" maupun
persoalan lain, harusnya tetap ditempuh dengan jalur konstitusi yakni dengan menggugatnya ke
Mahkamah Konstitusi (MK). Pihak-pihak yang tidak puas terhadap UU Cipta Kerja ini bisa
mengajukan judicial revieiv ke MK. Hindari cara-cara yang bisa menimbulkan aksi anarkis.
Demonstrasi dalam negara demokrasi sah-sah saja dilakukan. Namun siapa yang bisa menjamin
tidak terjadi aksi anarkis seperti yang baru terjadi baru-baru ini. Di samping itu unjuk rasa yang
sudah pasti mengumpulkan massa dikhawatirkan menimbulkan kluster baru penyebaran Covid-
19.
Yang pasti tujuan pemerintah mengeluarkan UU Cipta Kerja cukup mulia. Kita hargai "niat baik"
pemerintah ini. Sebuah kebijakan pasti tidak akan bisa memuaskan semua orang. Tidak ada
sebuah kebijakan yang sempurna. Ketidaksempurnaan inilah yang harus diperbaiki namun
caranya tentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
207