Page 72 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 SEPTEMBER 2020
P. 72
"(Keringanan) itu untuk membantu arus kas perusahaan, karena pekerja memang selama ini
tidak pernah membayar JKK dan JKM karena dibayarkan perusahaan. Jadi, relaksasi itu untuk
membantu perusahaan supaya tidak bayar 100 persen," jelasnya kepada CNNIndonesia.com,
Kamis (24/9).
Ia menjelaskan, pembayaran iuran JKK selama ini berada di kisaran 0,24 persen hingga 1,74
persen dari gaji pokok dan tunjangan tetap pekerja setiap bulannya. Besaran iuran JKK semakin
besar untuk pekerjaan berisiko tinggi. Namun, Timboel menjelaskan pada umumnya iuran JKK
sebesar 0,24 persen.
"Kalau 2019 potensi iuran dari JKK sebesar Rp5,2 triliun setahun. Dengan relaksasi, bisa tidak
terbayarkan Rp2,5 triliun dan ada potensi turun karena banyak PHK," jelasnya.
Sementara itu, iuran JKM dipatok sebesar 0,3 persen untuk semua jenis pekerja. Potensi raihan
iuran dari JKM sendiri sebesar Rp2 triliun per tahun, sehingga BPJS Ketenagakerjaan berpotensi
kehilangan pendapatan kurang lebih Rp1 triliun lewat relaksasi JKM.
Keringanan itu diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2020 tentang
penyesuaian iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan selama Bencana non Alam
Penyebaran Covid-19.
Namun, Timboel mengkritisi Pasal 13 aturan tersebut yang memberikan syarat pemberi kerja
yang berhak mendapatkan keringanan iuran JKK dan JKM adalah perusahaan yang telah
melunasi iuran dua program itu sampai dengan Juli 2020.
Sementara itu, banyak perusahaan yang terdampak covid-19 sehingga tidak bisa mencicil iuran
sebelum Juli 2020 sesuai dengan syarat relaksasi tersebut. Oleh sebab itu, Timboel menilai
pemerintah perlu merevisi Pasal 13 sehingga semua perusahaan bisa menikmati relaksasi.
Selain itu, tunggak pembayaran iuran sebaiknya bisa dicicil untuk membantu perusahaan.
"Jadi, apakah semua perusahaan dapat relaksasi? Belum tentu juga. Jadi, seharusnya pasal 13
direvisi supaya siapapun berhak dapat itu," ucapnya.
71