Page 53 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 AGUSTUS 2020
P. 53
Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berlangsung hampir enam bulan sejak ditemukannya kasus
pertama pada 2 Maret 2020. Pagebluk ini membuat ekonomi melambat akibat kebijakan
pembatasan sosial untuk mencegah persebaran virus Korona.
Dampak pelambatan ekonomi akibat pembatasan sosial telah memukul daya beli masyarakat
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2020 ketika pandemi baru saja berlangsung,
telah terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin sebanyak 1,63 juta dibanding periode September
2019, menjadi 26,42 juta orang.
Penduduk miskin pada Maret 2020 tercatat sebesar 9,78 persen, meningkat 0,56 poin dari
periode September 2019. Peningkatan jumlah orang miskin, kata Kepala BPS, Suhariyanto, akibat
kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sangat menganggu aktivitas ekonomi.
"Pandemi Covid-19 ini menghantam seluruh lapisan masyarakat. Dampaknya terasa lebih dalam
ke masyarakat lapisan bawah," kata Suhariyanto.
Hasil survei sosial demografi BPS, 70 pesen kelompok masyarakat lapisan bawah atau
berpendapatan rendah, mengalami penurunan pendapatan. Sedangkan masyarakat
berpendapatan tinggi di atas 7,2 juta rupiah, 30 persen mengaku pendapatannya berkurang.
Jika pada Maret saja penduduk miskin telah bertambah 1,63 juta, maka sampai akhir 2020
menurut perkiraan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), jumlah tambahan penduduk miskin bisa
mencapai 3 juta hingga 5 juta orang.
"Dampak masifnya bansos ke orang miskin mungkin akan terbatas, walaupun terus terang itu
sebagai bantalan sementara, paling tidak hanya tahun ini," ujar ujar Kepala BKF, Kemenkeu,
Febrio Nathan Kacaribu.
Ia mengatakan, penduduk yang sudah jatuh miskin tidak mudah selama ekonomi belum pulih.
Penyelamatan ekonomi berupa perlindungan sosial sifatnya hanya sementara dan tidak bisa
berlangsung lama.
Stimulus dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai 695,2 triliun rupiah hanya
sebagai bantalan sementara. Stimulus belum tentu menyelamatkan masyarakat rentan.
Pemerintah berupaya menghambat penambahan jumlah penduduk miskin dengan cara menekan
angka pengangguran.
Febrio mengakui, masih banyak warga terdampak pandemi belum mendapat bantuan sembako.
Mereka perlu program yang lebih mencapai target, berupa bantuan langsung tunai (BLT) atau
cash transfer.
Dari PEN akan dianggarkan untuk program yang lebih efektif "Bansos akan dialihkan ke cash
transfer, namun tidak 100 persen," ujar Febrio.
Menurutnya, pengangguran turut menjadi masalah penting dalam perekonomian. Maka dari itu,
saat ini, pemerintah juga gencar memberi bantuan melalui beberapa program.
Menjaga Konsumsi
Untuk korban pemutusan hubungan kerja (PHK) pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar
20 triliun rupiah, naik 100 persen dari anggaran awal Kartu Prak-erja, 10 triliun rupiah. Anggaran
ini untuk biaya pelatihan sebesar 5,6 triliun rupiah, dana insentif 13,45 triliun rupiah, dana survei
840 miliar rupiah, dan dana manajemen pelaksanaan (PMO) 100 juta rupiah.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, menyebut, setidaknya 5,6 juta
pekerja korban PHK dan pekerja informal yang akan dijaring dan diberi bantuan lewat program
tersebut
52