Page 51 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 AGUSTUS 2020
P. 51
menerapkan protokol kesehatan. Ketua DPD FSP LEM SPSI Jabar Muhamad Sidarta mengatakan,
dalam audiensi serikat pekerja/serikat buruh dengan pemerintah saat itu menghasilkan lima
kesimpulan.
"Pertama, Kadisnaker Jabar akan menyampaikan tuntutan buruh kepada Gubernur Jabar untuk
disampaikan kepada DPR RI bahwa klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Omnibus Law.
Kedua, berkaitan dengan upah minimum sektoral kota (UMSK) Bekasi (kota/kabupaten) akan
segera diselesaikan pada awai bulan September dengan catatan kelengkapan dokumen
persyaratan sudah dilengkapi," katanya.
Selanjutnya, berkas kelengkapan dokumen Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi supaya dilengkapi
sesuai dengan yang tertuang dalam berita acara Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat pada
15 Juli 2020.
'Yang keempat, UMSK Purwakarta dan Bogor akan dibahas pada rapat pleno pada awal minggu
pertama bulan September," tuturnya.
Dia menambahkan, kesepakatan terakhir yaitu tahun 2021 dalam penerapan UMP, UMK, dan
UMSK untuk segera dilaksanakan akan sesuai ketentuan perundang-undangan. Sebelumnya,
Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Provinsi Jawa
Barat menginstruksikan kepada seluruh DPC KSPSI se-Jawa Barat, DPC/PC FSPA SPSI se-Jawa
Barat, dan PUK SPSI se-Jawa Barat untuk segera melakukan sosialisasi penolakan pembahasan
Omnibus Law RUU Cipta Kerja dengan memasang spanduk penolakan serta ancaman untuk
melakukan mogok nasional.
Dalam surat edaran DPD K-SPSI Jawa Barat yang ditandatangani Roy Jinto Ferianto pada 3
Agustus 2020 lalu menyatakan, instruksi itu sehubungan dengan sikap pemerintah dan DPR RI
yang terus melakukan pembahasan mengenai Omnibus Law RUU Cipta Kerja walaupun dalam
situasi reses. Baleg DPR RI bersama pemerintah tetap melanjutkan pembahasan dan terkesan
sedang mengejar target Omnibus Law RUU Cipta Kerja untuk segera disahkan.
"Oleh karena itu, sebagaimana kita ketahui bahwa dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja sangat
merugikan pekerja/buruh, sehingga kita mempunyai kewajiban untuk berjuang dan melakukan
perlawanan agar Omnibus Law RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan, dibatalkan
dan dikeluarkan dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja," ujarnya. (Novianti Nurulliah)***
50