Page 37 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 AGUSTUS 2021
P. 37

BPJS WATCH: POSISI PEKERJA RENTAN DALAM KETENTUAN PROGRAM JKP

              Pekerja  dinilai  masih  rentan  kesulitan  memperoleh  manfaat  program  Jaminan  Kehilangan
              Pekerjaan atau JKP jika pemberi kerja masih menunggak iuran kepada Badan Penyelenggara
              Jaminan  Sosial  atau  BPJS  Ketenagakerjaan,  meskipun  sudah  terdapat  ketentuan  baru  bagi
              perusahaan penunggak iuran.

              Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar kepada Bisnis
              menanggapi terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 15/2021 tentang Tata
              Cara Pemberian Manfaat JKP. Regulasi itu ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah
              pada Rabu (28/7/2021) dan diundangkan pada hari yang sama.
              Salah satu ketentuan yang disoroti Timboel adalah kewajiban perusahaan atau pemberi kerja
              untuk membayar klaim JKP jika menunggak iuran lebih dari tiga bulan. Seperti diketahui, iuran
              BPJS Ketenagakerjaan berisi komponen yang dananya berasal dari pekerja dan pemberi kerja,
              sehingga tunggakan iuran bisa disebabkan kelalaian perusahaan.
              "Diatur  juga  dalam  Peraturan  Pemerintah  [PP]  37/2021,  kalau  pekerja  iurannya  tertunggak
              karena oleh pengusaha tidak dibayar di bawah tiga bulan JKP bisa langsung dapat. Namun,
              ketika [tunggakan] tiga bulan ke atas maka pengusaha bayar dulu 45% manfaat JKP ke pekerja,
              kalau  dia  bayar  tunggakannya  baru  bisa  reimburse,"  ujar  Timboel  kepada  Bisnis,  Senin
              (9/8/2021) malam.

              Meskipun  begitu,  dia  menilai  bahwa  terdapat  potensi  konflik  dari  penyelenggaraan  JKP  dan
              pekerja ada di posisi yang rentan. Ketika pekerja tidak bisa mendapatkan JKP, lalu pengusaha
              tetap  enggan  membayar  tunggakan  dan  menanggung  klaim  JKP,  kasusnya  akan  dibawa  ke
              pengadilan.

              Dalam Undang-Undang 11/2021 tentang Cipta Kerja tertulis bahwa dalam proses pemutusan
              hubungan kerja (PHK), pekerja wajib menjalankan kewajibannya yakni bekerja dan pengusaha
              harus memberikan hak pekerja. Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak pekerja
              yang tidak mendapatkan upah selama proses PHK.

              Dalam kondisi itu, pekerja masih harus melewati proses persidangan di pengadilan hubungan
              industrial  untuk  menyelesaikan  proses  PHK.  Dengan  posisi  tidak  memilik  upah,  pekerja  pun
              belum bisa memperoleh manfaat JKP karena proses PHK terhitung belum tuntas.

              "Ketika upah dia enggak dibayar [saat proses PHK], berarti kan iuran ke BPJS Ketenagakerjaan
              juga enggak kebayar, JKP kan bisa dibayar kalau iuran Jaminan Kecelakaan Kerja [JKK] dan
              Jaminan Kematian [JKm] dibayar oleh pengusaha," ujarnya.

              Timboel menilai bahwa proses pengadilan hubungan industrial seringkali memakan waktu. Jika
              putusan PHK terbit di atas tiga bulan, pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar upah
              selama proses persidangan dan menanggung JKP, jika klaim itu kemudian tidak dibayarkan maka
              pekerja menanggung kerugian ganda.

              "Kita  bilang  kerentanan  itu  tinggi,  sehingga  kita  menilai  JKP  ini  baik  ketika  ada  penegakan
              hukum. Dalam Permenaker [15/2021] tidak ada solusi soal mitigasi ktidakpatuhan perusahaan,
              mereka hanya tahunya iuran dibayar [sehingga JKP berjalan]," ujarnya.









                                                           36
   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42