Page 401 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 NOVEMBER 2020
P. 401
membuat Hakim Irawan Bangkid Pamungkas waswas. Karyawan perusahaan swasta itu menilai
UU Cipta Kerja pada klaster Ketenagakerjaan mengandung ketentuan-ketentuan nonna yang
merugikan hak konstitusionalnya untuk dapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja.
MENGUJI CACAT BELEID SAPU JAGAT
Naskah UU Cipta Kerja resmi digugat secara formil dan materiil ke Mahkamah Konstitusi. Ada
peluang legislatif atau executive review?
Kemungkinan hilangnya beberapa ketentuan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu
tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak pasca pemberlakuan Undang-undang (UU) Cipta Kerja
membuat Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas waswas. Karyawan perusahaan swasta itu menilai
UU Cipta Kerja pada klaster Ketenagakerjaan mengandung ketentuan-ketentuan nonna yang
merugikan hak konstitusionalnya untuk dapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja.
Kekhawatiran Hakiimi itu terungkap saat Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi
terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Kamis pekan lalu. Sidang ini
merupakan sidang uji formil terkait UU Cipta Kerja dengan Nomor Perkara: 91/ PUU-XVIII/2020.
Sidang ini terdiri dari lima penggugat. Selain Hakiimi, penggugat lainnya adalah seorang pelajar
bernama Novita Widyana serta tiga mahasiswa, yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan
Ali Sujito.
Kuasa hukum pemohon, Happy Hayati Helmi, mengungkap beberapa kerugian konstitusional
yang dialami kliennya. Antara lain, terpangkasnya waktu istirahat mingguan, menghapus
sebagian kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh, menghapus sanksi bagi
pelaku usaha yang tidak bayar upah. Kemudian pemohon II, yakni Novita Widyana, yang
merupakan pelajar, merasa dirugikan karena setelah lulus ia berpotensi menjadi pekerja kontrak
tanpa ada harapan menjadi pekerja tetap.
Sementara itu, pemohon IH, IV, dan V, yang merupakan mahasiswa di bidang pendidikan Elin
Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito, merasa dirugikan karena sektor pendidikan masuk
dalam UU Cipta Kerja. Mereka menilai dengan masuknya klaster pendidikan di UU Cipta Kerja
bisa membuat pendidikan menjadi ladang bisnis.
Secara resmi UU Cipta Kerja digugat oleh empat pihak. Selain kelima penggugat tadi, masuk
juga gugatan dari Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa, selanjutnya
penggugat atas nama Zakarias Horota, Agustinus R. Kambuaya dan terakhir penggugat dari
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(KSPSI).
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan bahwa KSPI sudah memasukkan gugatan uji materiil
pada 2 November silam. Uji formil, setelah batas 45 hari undang-undang disahkan, juga akan
dilakukan oleh KSPI.
Iqbal mengatakan bahwa KSPI, yang mewakili para pekerja, menilai prosedur pembuatan
undang-undang sapu jagat ini cacat. "Dari mulai tidak ada keterlibatan publik, membuat draf
diam-diam, sidang dan rapat antara panja baleg dan pemerintah yang dilakukan secara
berpindah-pindah hotel, salah ketik, terburu-buru, kejar tayang, dan lain sebagainya," kata Iqbal
kepada Gatra, Ahad lalu.
Sementara itu, uji materil yang diajukan meliputi Pasal 88 tentang ketenagakerjaan, Pasal 89
tentang sistem jaminan sosial, Pasal 90 tentang badan penyelenggara jaminan sosial, dan Pasal
400